Makalah Kawasan Ekologi Laut Tropis di Kota Tarakan, Kalimantan Utara (Mangrove, Estuaria, dan Pantai)




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Konsep ekosistem merupakan suatu yang luas, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari ini dengan cara mengkonsumsi makhluk fotosintesis tersebut diatas. Dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan (Nontji,1987).
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km, sehingga negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah pesisir laut yang besar. Ekosistem pesisir laut merupakan sumber daya alam yang produktif sebagai penyedia energi bagi kehidupan komunitas di dalamnya. Selain itu ekosistem pesisir dan laut mempunyai potensi sebagai sumber bahan pangan, pertambangan dan mineral, energi, kawasan rekreasi dan pariwista. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem pesisir dan laut merupakan aset yang tak ternilai harganya di masa yang akan datang. Ekosistem pesisir dan laut meliputi estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, ekosistem pantai dan ekosistem pulau-pulau kecil. Komponen-komponen yang menyusun ekosistem pesisir dan laut tersebut perlu dijaga dan dilestarikan karena menyimpan sumber keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Salah satu komponen ekosistem pesisir dan laut tropis adalah hutan mangrove, ekosistem estuaria dan ekosistem pantai. 
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Kemudian, ekosistem estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelombang laut.
Dan ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah di mana ditemukan substrat berbatu dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna sesil) hingga daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri,
protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana
ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002).
Berikut ini akan dibahas secara mendalam tentang kawasan ekologi laut tropis yang ada di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, yaitu ekosistem mangrove, ekosistem estuaria, dan ekosistem pantai.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa saja Kawasan Ekologi Laut Tropis yang terdapat di Kota Tarakan?
1.2.2        Bagaimana Ekosistem Mangrove yang terdapat di Kota Tarakan?
1.2.3        Bagaimana Ekosistem Muara Suangai (Estuaria) yang terdapat di Kota Tarakan?
1.2.4        Bagaimana Ekosistem Pantai yang terdapat di Kota Tarakan?
1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        Untuk mengetahui Kawasan Ekologi Laut Tropis yang terdapat di Kota
Tarakan?
1.3.2        Bagaimana Ekosistem Mangrove yang terdapat di Kota Tarakan?
1.3.3        Bagaimana Ekosistem Muara Suangai (Estuaria) yang terdapat di Kota
Tarakan?
1.3.4        Bagaimana Ekosistem Pantai yang terdapat di Kota Tarakan?


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Ekologi Laut Tropis
Ekologi berasal dar bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914).
Laut tropis adalah laut yang terletak di antara 30 Lintang Utara sampai 30 Lintang Selatan. “Ekologi Laut Tropis” berarti ilmu tentang hubungan timbal balik anatar lingkungan perairan laut dan sekitarnya di wilayah bagian bumi tropis dengan organisme yang hidup di dalamnya (Elliot, 1960).
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari  berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Ekologi juga mempelajari tentang daya dukung lingkungan di dalam pemanfaatannya.
Kawasan ekologi laut tropis antara lain, muara sungai (estuaria), ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun (seagrass), ekosistem pantai, ekosistem pulau-pulau kecil, dan kawasan pesisir. Namun, kawasan ekologi laut tropis yang terdapat di Kota Tarakan, Kalimantan Utara yaitu ekosistem mangrove, muara sungai (estuaria), dan ekosistem pantai.

2.2 Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove termasuk ekosistem pantai atau komunitas bahari dangkal yang sangat menarik, yang terdapat pada perairan tropik dan subtropik. Penelitian mengenai hutan mangrove lebih banyak dilakukan daripada ekosistem pantai lainnya. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya karena mempunyai vegetasi yang agak seragam, serta mempunyai tajuk yang rata, tidak mempunyai lapisan tajuk dengan bentukan yang khas, dan selalu hijau.
Ekosistem mangrove didefinisikan sebagai mintakat pasut dan mintakat supra-pasut dari pantai berlumpur dan teluk, goba dan estuaria yang didominasi oleh halofita, yakni tumbuh-tumbuhan yang hidup di air asin, berpokok dan beradaptasi tinggi, yang berkaitan dengan anak sungai, rawa dan banjiran, bersama-sama dengan populasi tumbuh-tumbuhan dan hewan (Remimohtarto dan Juwana, 2001).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan pantai-pantai yang terlindung (Bengen, 2002).
Keberadaan dan kelimpahan suatu jenis dipengaruhi oleh tiga faktor utama: kekerapatan dan lama penggenangan oleh air laut, tingkat percampuran antara air asin dan air tawar di muara sungai, kadar air payau, dan konsentrasi tanah (berpasir atau berlempung) (Mackinnon, 2000). Salah penyebaran vegetasi mangrove berdasarkan salinitas dikemukakan oleh De Hann dalam Russell dan Yonge, 1968 sebagai berikut :


A.  Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10-30‰ :
-          Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh.
-          Area yang terendam 10-19 kali per bulan: ditemukan Avicennia (A. alba, A. marina), Sonneratia sp dan dominan Rhizophora sp.
-          Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan: ditemukan Rhizophora sp, Bruguiera sp.
-          Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun: Bruguiera gymnorrhiza dominan dan Rhizophora apiculata masih minim (tidak dominan).

B.  Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0-10‰:
-          Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasi Nypa
-          Area yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan. Salah satu
tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia adalah adalah, sebagai
berikut:


2.2.1   Struktur Vegetasi dan Daur Hidup Mangrove
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri atas 12 generasi tumbuhan berbunga (Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Ceriops sp, Xylocarpus sp, Lumnitzera sp, Laguncularia sp, Aegiceras sp, Aegiatilis sp, Snaeda sp, dan Conocarpus sp). Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas (Bengen, 2002).

2.2.2  Adaptasi Pohon Mangrove
1)   Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah
Banyak pohon di dalam hutan mangrove telah mengembangkan sistem perakaran khas untuk memungkinkan pertukaran gas terjadi di atas tanah yang tergenang dan miskin oksigen (Mann, 1982 dalam Mackinnon, 2000).
Gambar Bentuk Spesifikasi Akar pada Bakau (Rachmawani, 2006)
(1. Akar Papan, 2. Akar Lutut, 3. Akar Tongkat, 4. Akar Cakar Ayam)

2)   Adaptasi terhadap kadar garam tinggi
-       Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam
-       Berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam
-       Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan
3)   Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut
Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

Gambar  Contoh Sistem Perakaran Mangrove:
A. Sistem Akar Tongkat, B. Sistem Akar Cakar Ayam (Rachmawani, 2006)

2.2.3   Fauna Hutan Mangrove
        Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua kelompok:
1)   Organisme daratan tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam mangrove karena mereka melewatkan hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tertinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan lautan pada saat pasang.
2)   Organisme lautan ada dua tipe: a) yang hidup pada substrat keras yaitu pada sejumlah besar akar-akar bakau dan menempati akar-akar bakau, dan yang menempati lumpur; b) yang hidup pada kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:
Gambar Fauna Ekosistem Mangrove (Dephut, 2006)

2.2.4 Rantai dan Jala Makanan di Ekosistem Hutan Mangrove
Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem hutan mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dsb).
Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis; sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya.
Gambar Hubungan Saling Bergantung Antar Berbagai
Komponen Ekosistem Hutan Mangrove
Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang penting.
 Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.

2.2.5 Fungsi Ekologis dan Biologis Serta Manfaat Hutan Mangrove
Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang ada di India, fungsi-fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada di indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.
Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya (Claridge dan Burnett,1993)
Secara fisik mangrove berfungsi dalam peredam angin badai dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Dimana dalam ekosistem mangrove ini mampu menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur. Secara ekonomi mangrove mampu memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar, bahan kertas, bahan konstruksi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dan juga saat ini ekosistem mangrove sedang dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara. Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, seperti padang lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memberikan berbagai fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi :
1)   Fungsi Fisik
-       Menjaga garis pantai
-       Mempercepat pembentukan lahan baru
-       Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus
-       Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai
-       Mendaur ulang unsur-unsur hara penting
2)   Fungsi Ekonomi
-       Akuakultur
-       Rekreasi
-       Penghasil kayu
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting seperti:
a.    Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
b.    Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menajdi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
c.    Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang, dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai tropis

2.2.6 Pemanfaatan Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut. Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh. Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air.
Hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku ntuk membuat arang dan juga untuk di buat bubur kertas (pulp). Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan udang alam. Daun nipah banyak digunakan masyarakat sebagai atap, pembungkus, pengikat kepiting (Gambar 14) dan kertas rokok. Pohon nipah juga menghasilkan makanan ternak, bahan bakar, alkohol, cuka dan gula. Rawa nipah liar dapat menghasilkan gula 3 ton/ha (Marton, 1976).
Gambar Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk daun nipah.
(Koleksi Rachmawani, 2007)

2.2.7 Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Mangrove
No.
Kegiatan
Dampak Potensial
1
Tebang Habis
Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove.
Tidak berfungsinya darah mencari makanan dan pengasuhan.
2
Penggalian aliaran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi
Peningkatan salinitas mangrove.
Menurunnya tingkat kesuburan hutan.
3
Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman dan lain-lain
Mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan mangrove.
Terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat mangrove
Pendangkalan perairan pantai
Erosi garis pantai dan intrusi garam
4
Pembuangan sampah cair
Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbuk gas H2S.
5
Pembuangan sampah padat
Kemungkinan terlapisnya pneumatofora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove.
Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat.
6
Pencemaran minyak tumpahan
Kematian pohon mangrove

Penebangan dan ekstraksi mineral, baik di dalam hutan maupun di daratan sekitar mangrove
Kerusakan total ekosistem mangrove, sehingga memusnahkan fungsi ekologis mangrove (daerah mencari makanan dan asuhan). Pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove.
2.3. Ekosistem Estuaria (Muara Sungai)
Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Secara sederhana estuaria didefinisikan sebagai tempat pertemuan air tawar dan air asin (Nybakken, 1988). Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawah oleh air tawar dan air laut.
Lingkungan estuaria umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat. Kita mungkin sering melihat hamparan daratan yang luas pada daerah dekat muara sungai saat surut. Itu adalah salah satu dari sekian banyak tipe estuary yang ada. Tidak terlalu sulit untuk memilah atau menetukan batas lingkungan estuary dalam suatu kawasan tertentu. Hanya dengan melihat sumber air tawar yang ada di sekitar pantai dan juga dengan mengukur salinitas perairan tersebut. Karena perairan estuary mempunyai Salinitas yang lebih rendah dari lautan dan lebih tinggi dari air tawar. Kisarannya antara 5 – 25 ppm. Sebagai lingkungan perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, estuary menyimpan berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan estuary merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrient yang menjadi unsure terpenting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari keunikan lingkungan estuary. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara.
Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan
air tawar (Bengen, 2002; Pritchard, 1976). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000a), antara lain:
1)      Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan
menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran
air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada
biotanya.
2)      Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
3)      Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan
komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan
sekelilingnya.
4)      Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air
laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi
daerah estuaria tersebut.
Estuaria dapat diklasifikasikan berdasarkan pada 2 karakteristik
diantaranya, yakni :
1)      Geomorfologi: Lembah sungai tergenang, estuaria jenis fyord, estuaria
bentukan tanggul dan estuaria bentukan tektonik.
a.       Estuaria daratan pesisir, paling umum dijumpai, dimana
pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang
menggenangi sungai di bagian pantai yang landai;
b.      Laguna (Gobah) atau teluk semi tertutup, terbentuk oleh adanya beting
pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi
interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut;
c.       Fjords, merupakan estuaria yang dalam, terbentuk oleh aktivitas glesier
yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut;
d.      Estuaria tektonik, terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi atau
letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang;
Gambar Tipe Estuaria

2)      Sirkulasi dan stratifikasi air :
a.       Stratifikasi tinggi atau estuaria baji garam, dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin.
b.      Tercampur sebagian merupakan tipe yang paling umum dijumpai. Pada estuaria ini aliran air tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui arus pasang. Percampuran ini dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi pasang surut.
c.       Tercampur sempurna. Estuaria jenis ini dijumpai di lokasi-lokasi dimana arus pasang surut sangat dominan dan kuat, sehingga air estuaria tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi.

2.2.4   Kondisi Lingkungan dan Faktor Pembatas
        Perpaduan antara beberapa sifat fisik estuaria mempunyai peranan yang penting terhadap kehidupan biota estuaria. Beberapa sifat fisik yang penting adalah sebagai berikut:
1)      Salinitas. Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tetapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga menangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas rendah
2)      Substrat. Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar lumpur estuaria bersifat organik, sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuari.
3)      Sirkulasi air. Selang waktu mengalirnya air dari sungai ke dalam
estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang surut menciptakan suatu gerakan dan transpor air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
4)      Pasang surut. Arus pasang surut berperan penting sebagai
pengangkut zat hara dan plankton. Di samping itu arus ini juga
berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang
sampai di estuaria.
5)      Penyimpanan zat hara. Peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara
sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta ganggang lainnya
dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan
organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.

2.2.5   Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati
        Di estuaria terdapat tiga komponen fauna, yaitu fauna laut, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna laut yaitu hewan stenohalin yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas dan hewan euryhalin yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas yang lebar. Komponen air payau terdiri dari spesies organisme yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5–
 0‰. Spesies-spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar biasanya terdiri dari yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria.
Ciri khas estuaria cenderung lebih produktif daripada laut ataupun air tawar. Estuaria adalah ekosistem yang miskin dalam jumlah spesies fauna dan flora. Faunanya: ikan, kepiting, kerang dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan algae dan kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus.
Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif
karena:
1)        Estuaria yang berperan sebagai jebak zat hara yang cepat didaur ulang.
2)        Proses fotosintesis berlangsung sepanjang tahun.
3)        Adanya fluktuasi permukaan air. Kolom air di estuaria merupakan habitat untuk plankton dan nekton. Di dasar perairan hidup mikro dan makro bentos. Setiap kelompok organisme dalam habitatnya menjalakan fungsi biologisnya masing-masing. Antara satu kelompok organisme terjalin jaringan trofik (makan memakan) sehingga membentuk jaringan jala makanan. Jumlah spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora. Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus (Bengen, 2002).
Gambar Rantai Makanan di Ekosistem Estuaria

2.2.6   Fungsi Ekologis Estuaria
Secara umum estuaria mempunyai peranan ekologis penting diantaranya sebagai berikut :
1)      Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).
2)      Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makan
3)      Sebagai tempat untuk bereproduksi dan atau tempat tumbuh besar
(nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies udang dan ikan.

2.2.7   Pemanfaatan Ekosistem Estuaria
Secara umum estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai berikut:
a)      Sebagai tempat pemukiman
b)      Sebagai tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan
c)      Sebagai jalur transportasi
d)     Sebagai pelabuhan dan kawasan industri

2.2.8   Organisme Perairan Estuaria
Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi.Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan bahan makanan yang dimanfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari detritus ini. Fauna di estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks (Bengen, 2002).
Secara umum, tumbuhan yang hidup di ekosistem estuaria adalah Tumbuhan Lamun (sea grass) dan Algae mikro yang hidup sebagai plankton nabati atau hidup melekat pada daun lamun. Organisme – organisme yang hidup di estuaria melakukan berbagai adaptasi untuk mempertahankan hidupnya, seperti adaptasi morfologi yang berkaitan dengan bentuk dan ukuran tubuh, adaptasi fisiologi yang berkaitan dengan pengaturan osmosis dalam tubuh dan adaptasi tingkah laku (behavioral) yang berkaitan dengan hubungan interaksi organisme. sedangkan hewan yang mendiami estuaria dapat berbentuk spesies endemik (seluruh hidupnya tinggal di estuaria) seperti berbagai macam kerang dan kepiting serta berbagai macam ikan, spesies yang tinggal di estuaria untuk sementara seperti larva, beberapa spesies udang dan ikan yang setelah dewasa berimigrasi ke laut serta spesies ikan yang menggunakan estuaria sebagai jalur imigrasi dari laut ke sungai dan sebaliknya seperti sidat dan ikan salmon.


2.3      Ekosistem Pantai
         Ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang
tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah di mana ditemukan substrat
berbatu dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna
sesil) hingga daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri,
protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana
ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002). Menurut
Wibisono (2005) pantai sebagai daerah pinggir laut atau wilayah darat yang
berbatasan langsung dengan bagian laut. Dikenal ada beberapa tipe pantai antara lain:
1)      Pantai pasir
2)      Pantai pasir lumpur
3)      Pantai pasir karang
4)      Pantai karang (koral)
5)      Pantai berbatu
         Sedangkan berdasarkan kemiringan pantai dibagi menjadi:
1)      Pantai landai
2)      Pantai curam dengan tingkat kemiringan >60o
         Bentuk dan tipe pantai seperti tersebut di atas, dapat menentukan jenis
vegetasi yang tumbuh di areal tersebut. Misalnya pantai di daerah barat Pulau
Tarakan bertipe landai dengan substrat dominan adalah lumpur, vegeasi yang
banyak kita dapati adalah vegetasi mangrove, dan daerah yang berhadapan
dengan laut di dominasi oleh jenis Avicennia atau Sonneratia sp.
         Pantai berbatu merupakan satu dari lingkungan pesisir dan laut yang
cukup subur. Kombinasi substrat keras untuk penempelan, seringnya aksi
gelombang, dan perairan yang jernih menciptakan suatu habitat yang
menguntungkan bagi biota laut. Pantai berbatu menjadi habitat bagi berbagai
jenis moluska (kerang), binatang laut, kepiting, anemon, dan juga ganggang
laut (Bengen, 2001, 2002). Lebih lanjut Bengen (2002), menyatakan kombinasi ukuran partikel yang berbeda dan variasi faktor lingkungan menciptakan suatu kisaran habitat pantai berpasir. Reoksigenasi dan suplai nutrient ke dalam pasir bervariasi berdasarkan porositas, aksi gelombang, dan tinggi muka pasir. Profil vertikal bergradasi dari aerobik (pasir berwarna kekuning-kuningan) ke lapisan kurang aerobik (pasir berwarna kelabu) hingga lapisan anaerobic (pasir berwarna hitam). Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun kadang-kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh materi organic diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut (DOM) atau partikel (POM). Konsumsi materi organik sebagian besar oleh bakteri, jarang sekali oleh herbivora atau detritivora. Kelimpahan bakteri secara proporsional berbanding terbalik dengan ukuran sedimen. Peran utama dari bakteri adalah dekomposisi materi organik.


BAB 3
HASIL OBSERVASI

3.1 Hasil Observasi KKMB (Ekosistem Mangrove)
Kawasan konservasi hutan mangrove dan Bekantan adalah kawasan hutan bakau yang masih dalam tahap pengembangan untuk organisme yang masih bertahan hidup baik vegetasi dan hewan yang jumlahnya telah jarang atau sedikit ditemukan didaerah lain. Dengan luas sekitar ±9 hektar, mampu menjadikan daya tarik tersendiri bagi pengunjungnya, namun yang masih jadi keprihatinan adalah minimnya jumlah spesies seperti bekantan(nasalis larvatus) yang saat ini ada 11 ekor dan akan dikembangbiakan lagi..
Jadi, KKMB adalah pusat konservasi hutan di kota tarakan khususnya mangrove guna pengembangan dan penelitian habitat bagi bekantan (nasalis larvatus).
Hutan bakau atau disebut juga hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu.
Ekosistem hutan bakau  bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Oleh karena itu, saling adanya inmteraksi/hubungan bersistem secara timbal-balik antar organisme dengan oganisme serta organism dengan lingkungannya dapat  terjalin secara mutualism atau saling menguntungkan dengan tidak mengotori lingkungan KKMB itu sendiri.
a)      KKMB sebagai objek wisata
Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kota tarakan merupakan salah satu DTW di Kalimantan Utara, salah satunya KKMB. Selain sebagai kawasan konservasi,  KKMB di jadikan DTW karena jenis vegetasi dan spesies yang hidup, mampu bertahan dan dikembangkan oleh pihak yang terkait, dan lebih uniknya lagi kawasan ini letaknya sangat strategis  dekat dengan pusat kota(centre of town ) sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata ini. Namun, saat ini promosi DTW Kota Tarakan  masih belum gencar dilakukan terkait masalah-masalah yang ada di kota tarakan, oleh karena itu pemerintah diharapkan memulihkan lagi aktivitas khususnya dalam pemproposian DTW.
b)     Mencermati KKMB
Keberadaan Hutan Mangrove/KKMB memang tidak bisa dipandang sebelah mata . Terasa sangat indah, nyaman dan asri. Bahkan, hutan kota seluas 9 hektar yang masih akan diperluas  menjadi 13 hektar itu sudah menjadi icon Tarakan di mata pelancong mancanegara. Pasalnya, di  kawasan ini terdapat sedikitnya 11 spesies satwa dilindungi, terutama kera berekor panjang atau bekantan yang populasinya sekitar 30 ekor.
Tapi, keindahan dan keasrian hutan kota ini masih menuntut perhatian. Bukan  hanya menjadi kawasan hijau yang terus disubsidi, melainkan mendapat nilai tambah tersendiri. Artinya, bagaimana kawasan bisa memberi manfaat ganda. Tak hanya menjadi asset berharga Pemkot, tapi lebih memberi manfaat  ke masyarakat sesuai fungsinya sebagai kawasan konservasi, hutan penelitian dan pendidikan.
Benarkah kawasan ini tak memberi manfaat ganda? Bisa benar, dan bisa pula tidak. Tapi, kalau memang kawasan mangrove ini dijadikan sebagai hutan penelitian dan pendidikan, mungkin sudah saatnya dibangun perpustakan dan laboratorium di sana. Biaya pembangunan, pengadaan buku buku dan peralatan lab mungkin relatif besar, tapi manfaatnya jauh lebih besar untuk mencerdaskan masyarakat.
Berdasarkan data, dana operasional kawasan ini disebut-sebut sebesar Rp 76 juta tahun 2007, ketika pengelolaan dan pengawasannya masih di kecamatan Tarakan Barat. Ini  dirasakan  petugas masih kurang, tapi hampir tak ada  keluhan. Sedikit kontras ketika pengelolaannya diambil alih oleh Dinas Lisda (Lingkungan Hidup dan Sumber daya  Alam)  Tarakan awal 2008 tadi dengan dana operasional 200 juta rupiah termasuk rencana pembangunan.
Saat ini pengadaan fasilitas di KKMB telah dibangun terbukti dengan adanya perpustakaan, fasilitas amenities yang tersedia, dan pusat penelitian. Apalagi daerah KKMB akan diperluas sebanyak ±12 hektar dengan jembatan yang telah disemenisasi berkat kerjasama dari berbagai lembaga misalnya Fakultas FKIP dan perusahaan asal jepang.
3.1.1 Flora Di Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan (KKMB)
         Kota Tarakan

No.
Nama Lokal
Nama Botani
Family
1
Bakau Panggang/ Putih/ Blukap
Rhizopora Mucronata
Rhizophoraceae
2
Bakau Merah
Rhizopora Apiculate
Rhizophoraceae
3
Mutut Besar
Brigulera Gymnorhiza
Rhizophoraceae
4
Bius/Rancang
Brigulera Parviflora
Rhizophoraceae
5
Mentigi
Ceriops Tagal
Rhizophoraceae
6
Prepat
Sonneratia Alba
Sonneratiaceae
7
Api-api
Avicennia Alba
Avicenniaceae
8
Api-api
Avicennia Marina
Avicenniaceae
9
Api-api
Avicennia Lanata
Avicenniaceae
10
Paku Laut
Acrosticum Speciosum
Pteridaceae
11
Nipah
Nypa Fructicans
Palmae
12
Inggili/Nyirih
Xylocarpus Granatum
Meliaceae
13
Teruntung/Gerangan
Aegiceras Comiculatum
Myrsinaceae
14
Amyema
Amyema Gravis
Loranthaceae
15
Kambingan
Derris Trifoliate
Leguminosae
16
Jeruju Putih/Jerujon
Acanthus Ebracteatus
Acanthaceae
17
Kijaran
Dolichondrone Spathcea
Bignonniaceae
18
Dalbergia
Dalbergia sp.
Leguminosae
19
Ketapang
Terminalia Catappa
Combretaceae
20
Waru
Hibiscus Tiliacus
Malvaceae
21
Batata Pantai
Ipomoea Pes-Caprae
Convolvulaceae
22
Jerukan
Clorodendrm Inerme
Verbenaceae




1)        B a k a u (Rhizophora apiculata)
       
                             (Akar)                                           (Batang)

    
                             (Batang)                                 (Bunga)

Nama setempat

Bakau minyak, bakau tandok, bakau akik, bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak, donggo akit, jankar, abat, parai, mangi-mangi, slengkreng, tinjang, wako.
Deskripsi umum

Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.
Daun

Berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips menyempit. Ujung: meruncing. Ukuran: 7-19 x 3,5-8 cm.
Bunga

Biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran <14 mm. Letak: Di ketiak daun. Formasi: kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4; kuning putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga: 4; kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari: 11-12; tak bertangkai.
Akar

Akar Tunjang (Stilt-root) Akar yang tumbuh dari batang diatas permukaan dan kemudian memasuki tanah, biasanya berfungsi untuk penunjang mekanis.
Buah
Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat,panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
Ekologi
Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen.

2)        Kayu Merah / Ceriops tagal (Perr) C.B. Rob
       
             (Buah dan Hipokotil)                                        (Daun)
           
                             (Akar)                                                 (Batang)

Nama Setempat
tangar, tingih, lonro, mentigi, palun, parun, tengar, mange darat, wanggo, bido-bido.
Deskripsi Umum
Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit berwarna abu-abu kadang-kadang coklat, halus dan pangkalnya
menggelembung. Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang kecil.
Daun
Daun hijau mengkilap dan sering memiliki pinggiran yang melingkar ke dalam. Bentuk daun bulat telur terbalik-elips dengan ujung membundar.
Bunga
Bunga mengelompok di ujung tandan. Gagang bunga panjang dan tipis, beresin pada ujung cabang baru atau ketiak cabang yang lebih tua.

Buah
Buah panjangnya 1,5-2 cm, dengan tabung kelopak yang melengkung.  Hipokotil agak menggelembung, berbintil, berkulit halus.
Ekologi
membentuk belukar yang rapat pada pinggir daratan dari hutan pasang surut. Banyak juga terdapat di sepanjang tambak. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Menyukai substrat tanah liat.
Manfaat
Ekstrak kulit kayu bermanfaat untuk persalinan kayu serta membentuk bahan bangunan, bantalan rel kereta api dan pegangan perkakas. Bahan kayu yang baik serta merupakan salah satu kayu terkuat diantara jenis mangrove lainnya.


3)        Mutut Besar (Bruguinea Gymnorrhiza I.) Lamk
     
                             (Buah)                                                            (Akar)
      
(Batang)
(Daun)

Nama Setempat
Pertut, Taheup, Tanggel, Putut, Tomo, Kandeka, Bako, Tanjang Merah, Tanjang, Lindur, Sala-sala, Tongke, Totongkek, Wako, bangko, Mangi-Mangi, Serau.
Deskripsi Umum
Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian hingga 30 meter. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaan halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat. Akar melebar kesamping di bagian  pangkal pohon. Memiliki akar lutut.
Daun
Tunggal, bersilang, berbentuk elips, ujungnya meruncing dan berukuran 8-10 cm.
Bunga
Bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm dengan formasi soliter.
Buah
Melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm.
Ekologi
Merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi. Toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung.
Manfaat
Bagian dalam hipokotil dapat dimakan (manisan kandekal). Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang.

4)        Aegiceras corniculatum (L.) Blanco MYRSINACEAE
     
                   (Akar)                                                 (Batang)

(Daun)

Nama Setempat
Teruntun, gigi gajah, perepat tudung, perpat kecil, tudung laut, duduk agung, teruntung, kayu sila, kacangan, klungkum, gedangan, kacang-kacangan.
Deskripsi Umum
Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah lentisel.
Daun
Daun berkulit, terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian atas dan hijau pucat di bagian bawah, seringkali bercampur warna agak kemerahan. Kelenjar pembuangan garam terletak pada permukaan daun dan gagangnya. Unit &Letak: sederhana & bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik hingga elips. Ujung: membundar. Ukuran: 11 x 7,5 cm.
Ekologi
Memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah dan cahaya yang beragam. Mereka umum tumbuh di tepi daratan daerah mangrove yang tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman. Perbungaan terjadi sepanjang tahun, dan kemungkinan diserbuki oleh serangga. Biji tumbuh secara semi-vivipar, dimana embrio muncul melalui kulit buah ketika buah yang membesar rontok. Biasanya segera tumbuhsekelompok anakan di bawah pohon dewasa. Buah dan biji telah teradaptasi dengan baik terhadap penyebaran melalui air.

5)        Bruguiera parviflora  (Roxb.) W.& A. Ex Griff. Rhizophoraceae
   
                     (Batang)                                         (Akar)
     
                                                     (Daun)

Nama setempat
Langgade, mengelangan, lenggadai, tanjang, bius, mou, paproti, sia-sia,tongi.
Deskripsi umum
Berupa semak atau pohon kecil yang selalu hijau, tinggi (meskipun jarang) dapat mencapai 20 m. Kulit kayu burik, berwarna abu-abu hingga coklat tua, bercelah dan agak membengkak di bagian pangkal pohon. Akar lutut dapat mencapai 30 cm tingginya.
Daun
Terdapat bercak hitam di bagian bawah daun dan berubah menjadi hijaukekuningan ketika usianya bertambah. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 5,5-13 x 2-4,5 cm.
Bunga
Bunga mengelompok di ujung tandan (panjang tandan: 2 cm). Letak: di ketiak daun. Formasi: kelompok (3-10 bunga per tandan). Daun mahkota: 8; putihhijau kekuningan, panjang 1,5-2mm. Berambut pada tepinya. Kelopak Bunga:8; menggelembung, warna hijau kekuningan; bagian bawah berbentuk tabung, panjangnya 7-9 mm.
Buah
Buah melingkar spiral, panjang 2 cm. Hipokotil silindris, agak melengkung, permukaannya halus, warna hijau kekuningan. Ukuran: Hipokotil: panjang 8-15 cm dan diameter 0,5-1 cm.
Ekologi
Jenis ini membentuk tegakan monospesifik pada areal yang tidak sering tergenang. Individu yang terisolasi juga ditemukan tumbuh di sepanjang alur air dan tambak tepi pantai. Substrat yang cocok termasuk lumpur, pasir, tanah payau dan bersalinitas tinggi. Di Australia, perbungaan tercatat dari bulan Juni hingga September, dan berbuah dari bulan September hingga Desember. Hipokotilnya yang ringan mudah untuk disebarkan melalui air, dan nampaknya tumbuh dengan baik pada areal yang menerima cahaya matahari yang sedang hingga cukup. Bunga dibuahi oleh serangga yang terbang pada siang hari, seperti kupu-kupu. Daunnya berlekuk-lekuk, yang merupakan ciri khasnya, disebabkan oleh gangguan serangga. Dapat menjadi sangat dominan di areal yang telah diambil kayunya.


6)    Avicennia marina (Forsk.) Vierh. AVICENNIACEAE
      
                       (Batang)                                               (Daun)

(Akar)

Nama setempat
Api-api putih, api-api abang, sia-sia putih, sie-sie, pejapi,  nyapi, hajusia, pai.
Deskripsi umum
Belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar, ketinggian pohon mencapai 30 meter. Memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil (atau berbentuk asparagus), akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel. Kulit kayu halus dengan burik-burik hijau-abu dan terkelupas dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu.
Daun
Bagian atas permukaan daun ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Bagian bawah daun putih- abu-abu muda. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips, bulat memanjang, bulat telur terbalik. Ujung: meruncing hingga membundar. Ukuran: 9 x 4,5 cm. Bunga : Seperti trisula dengan bunga bergerombol muncul di ujung tandan, bau menyengat, nektar banyak. Letak: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Formasi: bulir (2-12 bunga per tandan). Daun Mahkota: 4, kuning pucat-jingga tua, 5-8 mm. Kelopak Bunga: 5. Benang sari: 4.
Buah
Buah agak membulat, berwarna hijau agak keabu-abuan. Permukaan buahberambut halus (seperti ada tepungnya) dan ujung buah agak tajam seperti paruh. Ukuran: sekitar 1,5x2,5 cm.
Ekologi
Merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun, kadang-kadang bersifat vivipar. Buah membuka pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah dapat juga terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air.


7)        Bruguiera cylindrica (L.) Bl. RHIZOPHORACEAE
         (Akar dan Batang)                              (Batang dan Daun)
                                (Batang)

Nama setempat
Burus, tanjang, tanjang putih, tanjang sukim, tanjang sukun, lengadai, bius, lindur.
Deskripsi umum
Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil.
Daun
Permukaan atas daun hijau cerah bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: agak meruncing. Ukuran: 7-17 x 2-8 cm.
Bunga
Bunga mengelompok, muncul di ujung tandan (panjang tandan: 1-2 cm). Sisi luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih. Letak: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Formasi: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Daun Mahkota: putih, lalu menjadi coklat ketika umur bertambah, 3-4 mm. Kelopak Bunga: 8; hijau kekuningan, bawahnya seperti tabung.
Buah
Hipokotil (seringkali disalah artikan sebagai “buah”) berbentuk silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva. Warna hijau didekat pangkal buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Pangkal buah menempel pada kelopak bunga. Ukuran: Hipokotil: panjang 8-15 cm dan diameter 5-10 mm.
Ekologi
Tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.


8)        Avicennia alba Bl. AVICENNIACEAE
         
                             (Batang)                                             (Akar)
(Daun)

Nama setempat
Api-api, mangi-mangi putih, boak, koak, sia-sia.
Deskripsi umum
Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari (atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain kadangkadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua, kadang-kadang ditemukan serbuk tipis.
Daun
Permukaan halus, bagian atas hijau mengkilat, bawahnya pucat. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: lanset (seperti daun akasia) kadang elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 16 x 5 cm.
Bunga
Seperti trisula dengan gerombolan bunga (kuning) hampir di sepanjang ruas tandan. Letak: di ujung/pada tangkai bunga. Formasi: bulir (ada 10-30 bunga per tandan). Daun Mahkota: 4, kuning cerah, 3-4 mm. Kelopak Bunga: 5.Benang sari: 4.
Buah
Seperti kerucut/cabe/mente. Hijau muda kekuningan. Ukuran: 4 x 2 cm.
Ekologi
Merupakan jenis pionir pada habitat rawa mangrove di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin di sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk. Akarnya dilaporkan dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan daratan. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon.

9)        Rhizophora mucronata Lmk. RHIZOPHORACEAE
                             (Batang)                                       (Daun)
(Akar)

Nama setempat
Bangka itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap, bakau merah, jankar, lenggayong, belukap, lolaro.
Deskripsi umum
Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah.
Daun
Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips melebar hingga bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 11-23 x 5-13 cm.
Bunga
Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual, masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Letak: di ketiak daun. Formasi: Kelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4;putih, ada rambut. 9 mm. Kelopak bunga: 4; kuning pucat, panjangnya 13-19 mm. Benang sari: 8; tak bertangkai.
Buah
Buah lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal. Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika matang. Ukuran: Hipokotil: panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm.
Ekologi
Di areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.


10)    Avicennia lanata (Ridley). AVICENNIACEAE
                  
                             (Akar)                                                 (Batang)
(Daun)

Nama setempat
Api-api, sia-sia
.
Deskripsi umum
Belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar, dapat mencapai ketinggian hingga 8 meter. Memiliki akar nafas dan berbentuk pensil. Kulit kayu seperti kulit ikan hiu berwarna gelap, coklat hingga hitam
Daun
Memiliki kelenjar garam, bagian bawah daun putih kekuningan dan ada rambut halus. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: membundar – agak meruncing. Ukuran: 9 x 5 cm.
Bunga
Bergerombol muncul di ujung tandan, bau menyengat. Letak: di ujung atau ketiak tangkai/ tandan bunga. Formasi: bulir (8-14 bunga). Daun Mahkota: 4, kuning pucat-jingga tua, 4-5 mm. Kelopak Bunga: 5. Benang sari: 4
Buah
Buah seperti hati, ujungnya berparuh pendek dan jelas, warna hijau-agak kekuningan. Permukaan buah berambut halus (seperti ada tepungnya). Ukuran: sekitar 1,5 x 2,5 cm.
Ekologi
Tumbuh pada dataran lumpur, tepi sungai, daerah yang kering  dan toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Diketahui (di Bali dan Lombok) berbunga pada bulan Juli - Februari dan berbuah antara bulan November hingga Maret.

11)    Sonneratia alba J.E. Smith SONNERATIACEAE
       
                      (Akar)                                                        (Batang)
(Daun)
Nama setempat
Pedada, perepat, pidada, bogem, bidada, posi-posi, wahat, putih, beropak, bangka, susup, kedada, muntu, sopo, barapak, pupat, mange-mange.
Deskripsi umum
Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.
Daun
Daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal gagang daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 5-12,5 x 3-9 cm.
Bunga
Biseksual; gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak: di ujung atau pada cabang kecil. Formasi: soliter-kelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota: putih, mudah rontok. Kelopak bunga: 6-8; berkulit, bagian luar hijau, di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari: banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.
Buah
Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji (150-200 biji) dan tidak akan membuka pada saat telah matang. Ukuran: buah: diameter 3,5-4,5 cm.
Ekologi
Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yangpadat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu lama dan mengembang penuh di malam hari, mungkin diserbuki oleh ngengat, burung dan kelelawar pemakan buah. Di jalur pesisir yang berkarang mereka tersebar secara vegetatif. Kunang-kunang sering menempel pada pohon ini dikala malam. Buah mengapung karena adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar nafas tidak terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.

12)    Xylocarpus granatum Koen MELIACEAE
 
Nama setempat
Niri, nilih, nyireh, nyiri, nyuru, jombok gading, buli, bulu putih, buli hitam, inggili, siri, nyireh bunga, nyiri udang, nyiri hutan, pohon kira-kira, jomba, banang-banang, nipa, niumiri-kara, kabau, mokmof.
Deskripsi umum
Pohon dapat mencapai ketinggian 10-20 m. Memiliki akar papan yang melebar ke samping, meliuk-liuk dan membentuk celahan-celahan. Batang seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu berwarna coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas, sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput
Daun
Agak tebal, susunan daun berpasangan (umumnya 2 pasang pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Unit & Letak: majemuk & berlawanan. Bentuk: elips - bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 4,5 - 17 cm x 2,5 - 9 cm.
Bunga
Bunga terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Tandan bunga (panjang 2-7 cm) muncul dari dasar (ketiak) tangkai daun dan tangkai bunga panjangnya 4-8 mm. Letak: di ketiak. Formasi: gerombol acak (8-20 bunga per gerombol). Daun mahkota: 4; lonjong, tepinya bundar, putih kehijauan, panjang 5-7 mm. Kelopak bunga: 4 cuping; kuning muda, panjang 3 mm. Benang sari: berwarna putih krem dan menyatu di dalam tabung.
Buah
Seperti bola (kelapa), berat bisa 1-2 kg, berkulit, warna hijau kecoklatan. Buahnya bergelantungan pada dahan yang dekat permukaan tanah dan agak tersembunyi. Di dalam buah terdapat 6-16 biji besar-besar, berkayu dan berbentuk tetrahedral. Susunan biji di dalam buah membingungkan seperti teka-teki (dalam bahasa Inggris disebut sebagai ‘puzzle fruit’). Buah akan pecah pada saat kering. Ukuran: buah: diameter 10-20 cm.      
Ekologi
Tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove, dan lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin. Seringkali tumbuh mengelompok dalam jumlah besar. Individu yang telah tua seringkali ditumbuhi oleh epifit.
 
13)    Nypa fruticans Wurmb. ARECACEAE
          
Nama setempat
Nipah, tangkal daon, buyuk, lipa.
Deskripsi umum
Palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang terdapat di bawah tanah, kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m.
Daun
Seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/gagang daun 4 – 9 m. Terdapat 100 - 120 pinak daun pada setiap tandan daun, berwarna hijau mengkilat di permukaan atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk: lanset. Ujung: meruncing. Ukuran: 60-130 x 5-8 cm.
Bunga
Tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang1-2 m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya.
Buah
Buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran: diameter kepala buah: sampai 45 cm. Diameter biji: 4-5 cm.
Ekologi
Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air. Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat di luar zona pantai. Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok. Memiliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya. Serbuk sari lengket dan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila. Buah yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka melalui air. Kadang-kadang bersifat vivipar.



3.1.2 Fauna Di Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan (KKMB)
         Kota Tarakan
1)        B E K A N T A N (Nasalis Larvatus)
   
Deskripsi
 Nasalis larvatus atau Bekantan adalah sejenis monyet dalam  genus Nasalis.Monyet ini termasuk mamalia folivore(pemakan daun) musiman dan frugivora(pemakan buah) serta pemakan serangga tingkat rendah.
Ciri-ciri utama
Yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Monyet betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. 
Habitat
Menempati habitat hutan-hutan di bantaran sungai, hutan pantai dataran rendah, termasuk hutan mangrove, rawa payau, dan hutan rawa air tawar. Jarang menempati habitat yang jauh dari perairan. Habitatnya dianggap terbatas pada kawasan pantai dan sekitar sungai, karena pada kawasan ini mengandung garam dan mineral yang merupakan bagian penting dari makanannya

2)        Monyet Ekor Panjang ( Macaca Fascicularis)
 
Deskripsi
Macaca fascicularis adalah monyet kecil yang berwarna cokelat dengan bagian perut berwarna lebih mudah dan disertai rambut keputihan yang jelas pada bagian muka. Dalam perkembangan gaya rambut keputihan yang jelas pada bagian muka, dalam perkembangan rambutnya yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara satu individu dan individu lainnya.
Ciri-ciri
Monyet ekor panjang muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi, sedangkan monyet yang tua bercambang lebih lebat mengelilingi muka. Ciri utama anatomi Macaca fascicularis adalah kantung pipih untuk menyimpan makanan sementara.
Habitat
Macaca fascicularis merupakan genus yang dapat beradaptasi dengan lingkungan bermacam-macam pada daerah iklim yang berbeda Macaca fascicularis di kawasan Asia tenggara habitat klasiknya adalah hutan rawa mangruve, tetapi juga mereka ditemukan di huta primer dan sekunder sampai ketinggian 2000 m dihutan tebangan di daerah pertanian atau perkebunan atau perladangan di daerah pertanian mereka sering merusak ladang pertanian yang amat merugikan para petani.

3)        Elang Bondol (Haliastur Indus)

Deskripsi
Burung Elang Bondol (Haliastur indus) Berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang. Dewasa: kepala, leher, dan dda putih; sayap, punggung, ekor, dan perut coklat terang, terlihat kontras dengan bulu primer yang hitam. Seluruh tubuh renaja kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna berubah menjadi putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga. Perbedaan antara burung muda dengan Elang Paria pada ujung ekor membulat dan bukannya menggarpu.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, tungkai dan kaki kuning suram.
Penyebaran lokal dan status
Umum tersebar di seluruh Indonesia, jarang ditemui di Jawa dan Bali. Menghuni habitat sekitar pantai dan kepulauan di daerah tropis. Juga masih dapat ditemukan di lahan basah dan hutan dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di pedalaman yang jauh dari pantai.

4)        Kadal Kebun (Mabouya sp)
      
Deskripsi
Kadal (Mabouya multifasciata) mempunyai karakteristik diantaranya, tubuh memanjang, tertekan lateral, badannya tertutup oleh squama yang menanduk dan tidak berlendir, mempunyai dua pasang kaki yang kuat dan dapat digunakan untuk memanjat dengan tiga digiti yang vascular, bernafas dengan pulmo dan fertilisasinya secara internal, serta mempunyai alat kopulasi berupa sepasang hemipenis. Selain itu, Kadal merupakan organisme reptil yang berjalan dengan melata. Tubuh kadal tertutupi oleh kulit yang kering dengan sisik-sisik zat tanduk dipermukaannya tanpa danya kelenjar-kelenjar lendir. Warna pada kadal dapat berbeda-beda berdasarkan lingkungan atau umur kadal itu sendiri.
Habitat dan Penyebaran
Kadal (Mabouya multifasciata) merupakan salah satu jenis reptiia yang hidup di darat. Hewan ini kebanyakan hidup di daerah tanah basah atau lembab, tanah berumput, bebatuan, pepohonan, ada juga yang hidup di gurun pasir

5)        Biawak (Varanus Salvatore)
Deskripsi
Biawak salvatore menyerupai ular, bentuk tubu ramping leher dan ekor panjang dan mempunyai lidah bercabang, kepalanya besar, ujung meruncing dan dapat ditegakkan atau mendongak keatas, otaknya dilindungi oleh suatu lapisan tulang yang berguna untuk melindungi otak dari tekanan pakan biawak menelan mangsanya..
Habitat
Biawak umumnya memilih menghuni ditepi-tepi sungai atau saluran air, tepian danau, pantai, dan rawa-rawa bakau. Diperkotaan biawak kerap pula ditemukan hidup digorong-gorongsaluran air yang bermuara kesungai

6)        Kepiting Bakau (Scylla Serrata)
     

 
Deskripsi
Famili kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki. Pasangan kaki kelima berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir. Kepiting bakau Scylla serrta memiliki bentuk morfologi yang bergerigi, serta memiliki karapas dengan empat gigi depan tumpul dan setiap margin anterolateral memiliki sembilan gigi yang berukuran sama. Kepiting bakau memiliki capid yang kuat dan terdapat beberapa duri.
Sebaran
Kepiting bakau banyak tersebar di negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Australia.
Habitat
Habitatnya di air payau, seperti di daerah hutan mangrove dan estuaria.
Makanan
Kepiting bakau adalah hewan omnivora scavenger artinya dapat memakan segala jenis makana baik hewani, nabati dan bangkai.
Siklus Hidup
Kepiring kawin →Betina matang telur → Telur → Perkembangan Telur → Zoea 1-5 → Megalopa → Juvenil/Kepiting Muda → Dewasa.
Dalam hutan mangrove biasanya kepiting besar menyerang kepiting yang lebih kecil, dan melumpuhkan dengan merusak umbai-umbai, kemudian merusak karapas menjadi potong-potongan dan mengambil bagian-bagian yang lunak dari mangsanya untuk dimakan.  kepiting bakau adalah organisme pemakan segala  bangkai (Omnivorous – scavenger) dan pemakan sesama jenis (cannibal).
 
7)        Kepiting warna-warni ( Insulamon Palawanense)
    
 
Deskripsi
Crustasea warna-warni, dijuluki insulamon palawanense adalah salah satu dari empat spesies baru di genus insulamon kepiting warna-warni air tawar yang disebut insulamon palawanense.
Ciri-ciri
Warna brilian kepiting ini hanya dapat membantu spesies yang mengenali saudara-saudara. Freitag mengambarkan empat kepiting masing-masing baru antara sekitar satu inci (2,5 cm) sampai dua inci (5,3 cm).
Habitat
Habitat kepiting warna-warni di air tawar. Kepiting ini bergantung dengan air tawar, membuat kepiting tak menyebar
 
8)        Temburungun (Telescopium sp)
         
Deskripsi
Telescopium merupakan salah satu jenis Gastropoda yang banyak hidup di air payau atau hutan manggrove yang di dominasi oleh pohon bakau (Rhizopora sp) sehingga orang menyebutnya sebagai keong bakau dan di kepilauan seribu dikenal dengan nama “blencong”.
Habitat
Hewan ini mempunyai habitat didaerah mangrove dan kebanyakan bersifat pemakan detritus. Pada umumnya, makan biota dari family potamidae ini terdiri atas : bahan organik halus, partikulat ditritus dan diatom yang menyedap dsi dasar perairan secara berbagai jenis alga (Sreenivasan dan Natarajan, 1991). Berdasarkan hasil penelitian Wells et al. (2003), Telescopium telescopium mempunyai tingkah laku lebih aktif pada saat spring tide (pasang tinggi dan surut rendah) dari pada neap tide (pasang rendah dan surut tinggi). Hal tersebut dikarenakan pada saat neap tide, gastropoda tersebut cenderung untuk berlindung dari kekeringan dan bersembunyi di dalam lumpur atau di bawah perakaran mangrove. Tingkah laku tersebut merupakan salah satu pola adaptasi gastropoda terhadap adanya perubahan suhu (suhu tinggi) dan kondisi kering

9)      Ikan Tempakul (Periopthalmus sp)

Deskripsi
Ikan tempakul bisa merangkak naik ke darat atau bertengger pada akar-akar pohon bakau. itulah  kemampuan luar biasa ikan tempakul atau disebut juga ikan tembakul. Ikan ini hidup di zona pasang surut di lumpur pantai yang ada pohon-pohon bakaunya. Ikan ini telah menyesuaikan diri untuk hidup di darat meskipun belum sepenuhnya.
Ciri-ciri
Matanya besar dan mencuat keluar dari kepalanya. kalau berenang, matanya biasanya berada di atas air. Sirip dadanya pada bagian pangkal berotot, dan sirip ini bisa ditekuk hingga berfungsi seperti lengan yang dapat digunakan untuk merangkak atau melompat di atas lumpur. Ikan tempakul biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon bakaunya. di pantai pulau-pulau karang yang ada bakaunya.

10)  Ular (Chrysopelea Paradisi)
        
Deskripsi
Ular bakau adalah sejenis ular air pantai dari suku homalopsidae. Ular ini dinamai demikian karena ular ini hanya ditemukan dihutan bakau. Panjang ular ini mencapai 1,1 meter. Kepalnya tumbul, mata dan lubang hidungnyaterletak agak keatas kepala. Tubuhnya berwarna cokelat kelabu menyerupai lumpur dipantai, perut berwarna putih pasir.


3.2 Hasil Observasi Muara Sungai (Estuaria) Sei Bengawan
     Muara Sungai (Estuaria) yang ada di Kota Tarakan terdapat di Jalan Sei Bengawan, Juata Permai, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Berikut ini adalah gambar dari muara sungai tersebut.
Gambar Pencampuran air asin dan air laut di
Muara Sungai (Estuaria) Sei Bengawan, Tarakan

Gambar Kondisi di sekitar Muara Sungai (Estuaria) di Sei Bengawan, Kota Tarakan

Gambar Hamparan daratan di pinggir muara sungai

Gambar Flora yang ada di sekitar Muara Sungai (Estuaria) di Sei Bengawan, Kota Tarakan



Gambar Salah satu Sungai di Sei Bengawan, Kota Tarakan yang akan bertemu di Estuaria

Muara sungai (estuaria) yang terdapat di Sei Bengawan, Juata Permai Kota Tarakan ini memiliki banyak manfaat bagi manusia yaitu sebagai tempat memancing atau penangkapan ikan. Selain itu menjadi tempat/jalur transportasi, seperti yang terdapat pada gambar di atas, terdapat perahu dan kapal-kapal besar yang melintas. Dan juga menjadi tempat pelabuhan dan kawasan industri. Terbukti di sekitar kawasan muara sungai terdapat perusahaan industri yang berdiri dan beroperasi di sana. Salah satunya yaitu Intraca dan sebuah PT.

3.3 Hasil Observasi Ekosistem Pantai (Amal Beach)
Pantai di daerah barat Pulau Tarakan bertipe landai dengan substrat dominan adalah lumpur, vegetasi yang banyak kita dapati adalah vegetasi mangrove, dan daerah yang berhadapan dengan laut di dominasi oleh jenis Avicennia atau Sonneratia sp.
Gambar Pantai Amal dan Pohon Kelapa





Gambar tanaman yang ada di Pantai Amal

Gambar Pengamatan tentang kapah di Pantai Amal

Gambar Kapah

Kapah merupakan makanan laut khas kota Tarakan. Kapah adalah sejenis kerang yang ada di pesisir pantai Kota Tarakan. Kapah hidup di kawasan ekologi laut tropis, sehingga kapah mudah ditemukan di pantai amal, yang merupakan salah satu objek wisata populer di Kota Tarakan dan  kapah juga merupakan makanan khas kota tarakan yang dapat dinikmati di pantai amal tersebut.
Kerang kapah termasuk salah satu jenis kerang yang hidup di dalam lumpur pada daerah estuaria, di hutan mangrove air payau dan di sungai-sungai besar. Umumnya kerang kapah hidup pada substrat yang berlumpur dan substratnya mengandung 80 – 90% pasir kasar berdiameter lebih dari 40 mikrometer. Substrat bersifat asam dengan pH antara 5,35 – 6,40 serta bergaram (Morton, 1976).
Gambar tempat penangkaran kapah

Kerang kapah umumnya terdapat pada zona infralitoral dan sicalitoral pada daerah beriklim sedang dan daerah trofis. Distribusi pada sebagian besar bivalvia dipengaruhi oleh fase kehidupannya. Pada saat terjadi pemijahan, ovarium dan sperma dilepas ke air dan terjadi fertilisasi yang berkembang menjadi zigot. Selanjutnya zigot berkembang menjadi larva trochopore bersilia dan kemudian menjadi larva veliger. Setelah menjadi masa larva yang berenang di kolom air, larva ini tenggelam kedasar perairan menjadi bivalvia muda dan menetap sampai dewasa. Pada waktu perairan surut, kerang kapah dapat dilihat membenamkan diri kedalam substrat di sela-sela akar mangrove ataupun di dalam lubang-lubang rumah kepiting (Barnes dan Rupert, 1991).
Morton (1976) kerang kapah secara umum disebut Geloina erosa dan mempunyai nama taxon Polymesoda erosa. Secara morfologi kerang kapah mempunyai bentuk cangkang seperti piring atau cawan yang terdiri dari dua katub yang bilateral simetris, pipih pada bagian pinggirnya dan cembung pada bagian tengah cangkang, bentuk cangkang yang equivalve atau berbentuk segitiga yang membulat, tebal, flexure jelas mulai dari umbo sampai dengan tepi posterior. Ditambahkan oleh Franklin et al., 1980 ; Mason, 1983, kedua katub dihubungkan oleh hinge ligamen dan dengan bantuan otot aduktor berfungsi untuk membuka atau menutup cangkang. 
Secara morfologis cangkang berfungsi untuk melindungi organ tubuh bagian dalam yang lunak dari serangan predator dan faktor lingkungan yang lain. Sedang fungsi lainnya adalah untuk mengatur aliran air secara tetap melalui insang untuk pertukaran udara dan pengumpulan makanan. Klasifkasi kerang kapah atau kerang totok menurut Morton (1976) sebagai berikut:
Filum               : Mollusca
Kelas               : Bivalvia
Sub Kelas        : Heterodonta
Ordo                : Veroida
Famili              : Corbiludae
Genus              : Polymesoda,
Spesies            : Polymesoda erosa


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan dan hasil observasi di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak kawasan ekologi laut tropis antara lain, muara sungani (estuaria), ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun (seagrass), ekosistem pantai, ekosistem pulau-pulau kecil, dan kawasan pesisir. Namun, kawasan ekologi laut tropis yang terdapat di Kota Tarakan, Kalimantan Utara yaitu ekosistem mangrove, muara sungai (estuaria), dan ekosistem pantai.
Ekosistem Mangrove yang terdapat di Kota Tarakan yaitu KKMB (Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan) yang merupakan pusat onservasi hutan di Kota Tarakan khususnya mangrove guna pengembangan dan penelitian habitat bagi bekantan (nasalis larvatus).
Kemudian, ekosistem estuaria yang terdapat di Kota Tarakan yaitu muara sungai (estuaria) di Sei Bengawan, Juata Permai. Muara sungai ini dimanfaatkan manusia sebagai, tempat penangkapan ikan, jalur transportasi, pelabuhan, dan kawasan industri.
Dan ekosistem pantai yang terdapat di Kota Tarakan yaitu Pantai Amal (Amal Beach yaitu salah satu objek wisata populer di Kota Tarakan. Disana terdapat kapah yang merupakan fauna yang hidup di sana  dan makanan khas dari Kota Tarakan yang dapat dinikmati di pantai tersebut.

4.2 Saran
Bagi pembaca disarankan supaya laporan ini dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dalam rangka peningkatan pemahaman tentang kawasan ekologi lau tropis. Dan bagi penulis-penulis lain diharapkan agar makalah ini dapat dikembangan lebih lanjut guna menyempurnakan laporan yang telah dibuat sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA


Tim Mata Kuliah, Pola Ilmiah Pokok (PIP). Buku Ajar Pengantar Ekologi Laut Tropis. 2012.. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa

Self-Directed Learning (SDL)

Makalah Perkembangan Psikologi Pendidikan (Perkembangan Remaja dan Permasalahannya)