Makalah Kawasan Ekologi Laut Tropis di Kota Tarakan, Kalimantan Utara (Mangrove, Estuaria, dan Pantai)
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Konsep ekosistem merupakan suatu yang luas, karena di dalamnya terjadi
hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen
penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di
dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang
bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh
tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan
berfotosintesis, menggunakan energi matahari ini dengan cara mengkonsumsi
makhluk fotosintesis tersebut diatas. Dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk
suatu rantai makanan (Nontji,1987).
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan
panjang pantai sekitar 81.000 km, sehingga negara kita memiliki potensi sumber
daya wilayah pesisir laut yang besar. Ekosistem pesisir laut merupakan sumber
daya alam yang produktif sebagai penyedia energi bagi kehidupan komunitas di
dalamnya. Selain itu ekosistem pesisir dan laut mempunyai potensi sebagai
sumber bahan pangan, pertambangan dan mineral, energi, kawasan rekreasi dan
pariwista. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem pesisir dan laut merupakan aset
yang tak ternilai harganya di masa yang akan datang. Ekosistem pesisir dan laut
meliputi estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, ekosistem
pantai dan ekosistem pulau-pulau kecil. Komponen-komponen yang menyusun
ekosistem pesisir dan laut tersebut perlu dijaga dan dilestarikan karena
menyimpan sumber keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Salah satu komponen
ekosistem pesisir dan laut tropis adalah hutan mangrove, ekosistem estuaria dan
ekosistem pantai.
Hutan
bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas
rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh
pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana
terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang
terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air
melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan
bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya
aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan
oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di
tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau
karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Kemudian,
ekosistem estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan
percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air
tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari
merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang
surut, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelombang
laut.
Dan
ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang tertinggi.
Ekosistem ini berkisar dari daerah di mana ditemukan substrat berbatu dan
berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna sesil) hingga
daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri,
protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana
ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002).
protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana
ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002).
Berikut
ini akan dibahas secara mendalam tentang kawasan ekologi laut tropis yang ada
di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, yaitu ekosistem mangrove, ekosistem
estuaria, dan ekosistem pantai.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa
saja Kawasan Ekologi Laut Tropis yang terdapat di Kota Tarakan?
1.2.2
Bagaimana
Ekosistem Mangrove yang terdapat di Kota Tarakan?
1.2.3
Bagaimana
Ekosistem Muara Suangai (Estuaria) yang terdapat di Kota Tarakan?
1.2.4
Bagaimana
Ekosistem Pantai yang terdapat di Kota Tarakan?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.3.1
Untuk
mengetahui Kawasan Ekologi Laut Tropis yang terdapat di Kota
Tarakan?
1.3.2
Bagaimana
Ekosistem Mangrove yang terdapat di Kota Tarakan?
1.3.3
Bagaimana
Ekosistem Muara Suangai (Estuaria) yang terdapat di Kota
Tarakan?
1.3.4
Bagaimana
Ekosistem Pantai yang terdapat di Kota Tarakan?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan Ekologi Laut Tropis
Ekologi berasal dar
bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau
tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup
sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di
atas, pertama kali disampaikan oleh ernest Haeckel (zoologiwan Jerman,
1834-1914).
Laut tropis adalah
laut yang terletak di antara 30⁰ Lintang Utara sampai 30⁰ Lintang Selatan. “Ekologi Laut Tropis” berarti ilmu tentang hubungan
timbal balik anatar lingkungan perairan laut dan sekitarnya di wilayah bagian
bumi tropis dengan organisme yang hidup di dalamnya (Elliot, 1960).
Ekologi adalah
cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti
kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Ekologi
berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya.
Ekologi juga mempelajari tentang daya dukung lingkungan di dalam
pemanfaatannya.
Kawasan ekologi
laut tropis antara lain, muara sungai (estuaria), ekosistem mangrove, ekosistem
terumbu karang, ekosistem padang lamun (seagrass), ekosistem pantai, ekosistem
pulau-pulau kecil, dan kawasan pesisir. Namun, kawasan ekologi laut tropis yang
terdapat di Kota Tarakan, Kalimantan Utara yaitu ekosistem mangrove, muara
sungai (estuaria), dan ekosistem pantai.
2.2 Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove
termasuk ekosistem pantai atau komunitas bahari dangkal yang sangat menarik,
yang terdapat pada perairan tropik dan subtropik. Penelitian mengenai hutan
mangrove lebih banyak dilakukan daripada ekosistem pantai lainnya. Hutan
mangrove merupakan ekosistem yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan
ekosistem lainnya karena mempunyai vegetasi yang agak seragam, serta mempunyai
tajuk yang rata, tidak mempunyai lapisan tajuk dengan bentukan yang khas, dan
selalu hijau.
Ekosistem mangrove
didefinisikan sebagai mintakat pasut dan mintakat supra-pasut dari pantai
berlumpur dan teluk, goba dan estuaria yang didominasi oleh halofita, yakni
tumbuh-tumbuhan yang hidup di air asin, berpokok dan beradaptasi tinggi, yang
berkaitan dengan anak sungai, rawa dan banjiran, bersama-sama dengan populasi
tumbuh-tumbuhan dan hewan (Remimohtarto dan Juwana, 2001).
Hutan mangrove
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada
daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung
dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove
banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan
pantai-pantai yang terlindung (Bengen, 2002).
Keberadaan dan
kelimpahan suatu jenis dipengaruhi oleh tiga faktor utama: kekerapatan dan lama
penggenangan oleh air laut, tingkat percampuran antara air asin dan air tawar
di muara sungai, kadar air payau, dan konsentrasi tanah (berpasir atau
berlempung) (Mackinnon, 2000). Salah penyebaran vegetasi mangrove berdasarkan
salinitas dikemukakan oleh De Hann dalam Russell dan Yonge, 1968 sebagai
berikut :
A. Zona air payau hingga air laut dengan
salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10-30‰ :
-
Area
yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan hanya Rhizophora
mucronata yang masih dapat tumbuh.
-
Area
yang terendam 10-19 kali per bulan: ditemukan Avicennia (A. alba, A.
marina), Sonneratia sp dan dominan Rhizophora sp.
-
Area
yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan: ditemukan Rhizophora sp,
Bruguiera sp.
-
Area
yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun: Bruguiera gymnorrhiza dominan
dan Rhizophora apiculata masih minim (tidak dominan).
B. Zona air tawar hingga air payau, dimana
salinitas berkisar antara 0-10‰:
-
Area
yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasi Nypa
-
Area
yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan. Salah satu
tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia adalah adalah, sebagai
berikut:
tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia adalah adalah, sebagai
berikut:
2.2.1
Struktur Vegetasi dan Daur Hidup Mangrove
Hutan mangrove
meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri atas 12 generasi tumbuhan
berbunga (Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp,
Bruguiera sp, Ceriops sp, Xylocarpus sp, Lumnitzera sp,
Laguncularia sp, Aegiceras sp, Aegiatilis sp, Snaeda sp,
dan Conocarpus sp). Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202
jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis
epifit, dan 1 jenis sikas (Bengen, 2002).
2.2.2 Adaptasi Pohon Mangrove
1)
Adaptasi
terhadap kadar oksigen rendah
Banyak
pohon di dalam hutan mangrove telah mengembangkan sistem perakaran khas untuk
memungkinkan pertukaran gas terjadi di atas tanah yang tergenang dan miskin
oksigen (Mann, 1982 dalam Mackinnon, 2000).
Gambar
Bentuk Spesifikasi Akar pada Bakau (Rachmawani, 2006)
(1. Akar Papan, 2. Akar Lutut, 3. Akar Tongkat, 4. Akar Cakar Ayam)
(1. Akar Papan, 2. Akar Lutut, 3. Akar Tongkat, 4. Akar Cakar Ayam)
2)
Adaptasi
terhadap kadar garam tinggi
-
Memiliki
sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam
-
Berdaun
tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam
-
Daunnya
memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan
3)
Adaptasi
terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut
Mengembangkan struktur akar yang sangat
ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar Di samping untuk
memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan
menahan sedimen.
Gambar Contoh Sistem Perakaran Mangrove:
A. Sistem Akar Tongkat, B. Sistem Akar Cakar Ayam (Rachmawani, 2006)
2.2.3
Fauna Hutan Mangrove
Komunitas fauna hutan mangrove membentuk
percampuran antara dua kelompok:
1)
Organisme
daratan tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam mangrove
karena mereka melewatkan hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon
yang tertinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan
lautan pada saat pasang.
2)
Organisme
lautan ada dua tipe: a) yang hidup pada substrat keras yaitu pada sejumlah
besar akar-akar bakau dan menempati akar-akar bakau, dan yang menempati lumpur;
b) yang hidup pada kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
Fauna
yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem
terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon
mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove
dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove
dijelaskan sebagai berikut:
Gambar Fauna Ekosistem Mangrove (Dephut, 2006)
2.2.4 Rantai dan Jala Makanan di Ekosistem
Hutan Mangrove
Tumbuhan mangrove
merupakan sumber makanan potensial dalam
berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem hutan mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir
lainnya, komponen dasar dari rantai makanan
di ekosistem hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun,
ranting, buah, batang dsb).
Sebagian serasah
mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi
menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae ataupun tumbuhan
mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis;
sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai
makanannya.
Gambar Hubungan Saling Bergantung Antar
Berbagai
Komponen Ekosistem Hutan Mangrove
Komponen Ekosistem Hutan Mangrove
Secara umum di
perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan
rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk
biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun
mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah
menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan
jamur. Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan dari mangrove berupa sumber
penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter
dari ekologi dan budaya untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan
yang kedua secara biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan
sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan
tersebut merupakan kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan
bagian dari ekosistem yang penting.
Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat
dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian
dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses
dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan
jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel
detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald,
1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies
semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam
siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan
karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau
manusia.
Secara umum di
perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan
rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk
biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran
daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah
menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan
jamur.
2.2.5 Fungsi Ekologis dan Biologis Serta
Manfaat Hutan Mangrove
Mangrove membantu
dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai
dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan
bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang
dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes
aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang
ada di India, fungsi-fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada
di indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.
Secara biologi
fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery
ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain
sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan
produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan
dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota
yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah
sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar
terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk
memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang,
ikan dan biota lainnya (Claridge dan Burnett,1993)
Secara fisik
mangrove berfungsi dalam peredam angin badai dan gelombang, pelindung dari
abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Dimana dalam ekosistem mangrove
ini mampu menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu
menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam
siklus karbon, nitrogen dan sulfur. Secara ekonomi mangrove mampu memberikan
banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi
industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan
untuk sebagai kayu bakar, bahan kertas, bahan konstruksi yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi. Dan juga saat ini ekosistem mangrove sedang
dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang
dapat meningkatkan pendapatan negara. Ekosistem mangrove secara fisik maupun
biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, seperti padang
lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang
terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memberikan berbagai
fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove dapat
dikelompokkan menjadi :
1)
Fungsi
Fisik
-
Menjaga
garis pantai
-
Mempercepat
pembentukan lahan baru
-
Sebagai
pelindung terhadap gelombang dan arus
-
Sebagai
pelindung tepi sungai atau pantai
-
Mendaur
ulang unsur-unsur hara penting
2)
Fungsi
Ekonomi
-
Akuakultur
-
Rekreasi
-
Penghasil
kayu
Sebagai suatu
ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi
ekologis penting seperti:
a.
Sebagai
peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur
dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
b.
Sebagai
penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan
pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara
bakterial menajdi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
c.
Sebagai
daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding
ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota
perairan (ikan, udang, dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai
maupun lepas pantai tropis
2.2.6 Pemanfaatan Hutan Mangrove
Hutan mangrove
mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam
memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove
merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya
produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang
diangkut melalui gerakan pasang surut. Keadaan ini menjadikan hutan mangrove
memegang peranan penting bagi kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan
lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara,
penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh. Hutan mangrove
sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik
yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan
perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini
berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan
ini merupakan bahan suplai makanan biota air.
Hutan mangrove
dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu
bakar, bahan baku ntuk membuat arang dan juga untuk di buat bubur kertas (pulp).
Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan
udang alam. Daun nipah banyak digunakan masyarakat sebagai atap, pembungkus,
pengikat kepiting (Gambar 14) dan kertas rokok. Pohon nipah juga menghasilkan
makanan ternak, bahan bakar, alkohol, cuka dan gula. Rawa nipah liar dapat
menghasilkan gula 3 ton/ha (Marton, 1976).
Gambar Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk
daun nipah.
(Koleksi Rachmawani, 2007)
(Koleksi Rachmawani, 2007)
2.2.7 Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem
Mangrove
No.
|
Kegiatan
|
Dampak Potensial
|
1
|
Tebang
Habis
|
Berubahnya
komposisi tumbuhan mangrove.
Tidak
berfungsinya darah mencari makanan dan pengasuhan.
|
2
|
Penggalian
aliaran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi
|
Peningkatan
salinitas mangrove.
Menurunnya
tingkat kesuburan hutan.
|
3
|
Konversi
menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman dan lain-lain
|
Mengancam
regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan
mangrove.
Terjadi
pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat
mangrove
|
Pendangkalan
perairan pantai
|
||
Erosi
garis pantai dan intrusi garam
|
||
4
|
Pembuangan
sampah cair
|
Penurunan
kandungan oksigen terlarut, timbuk gas H2S.
|
5
|
Pembuangan
sampah padat
|
Kemungkinan
terlapisnya pneumatofora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove.
Perembesan
bahan-bahan pencemar dalam sampah padat.
|
6
|
Pencemaran
minyak tumpahan
|
Kematian
pohon mangrove
|
Penebangan
dan ekstraksi mineral, baik di dalam hutan maupun di daratan sekitar mangrove
|
Kerusakan
total ekosistem mangrove, sehingga memusnahkan fungsi ekologis mangrove (daerah
mencari makanan dan asuhan). Pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove.
|
2.3. Ekosistem Estuaria (Muara Sungai)
Estuaria
adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Secara sederhana estuaria didefinisikan sebagai tempat pertemuan air tawar dan air asin (Nybakken, 1988). Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawah oleh air tawar dan air laut.
Lingkungan estuaria
umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh
pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat.
Kita mungkin sering melihat hamparan daratan yang luas pada daerah dekat muara
sungai saat surut. Itu adalah salah satu dari sekian banyak tipe estuary yang
ada. Tidak terlalu sulit untuk memilah atau menetukan batas lingkungan estuary
dalam suatu kawasan tertentu. Hanya dengan melihat sumber air tawar yang ada di
sekitar pantai dan juga dengan mengukur salinitas perairan tersebut. Karena
perairan estuary mempunyai Salinitas yang lebih rendah dari lautan dan lebih
tinggi dari air tawar. Kisarannya antara 5 – 25 ppm. Sebagai lingkungan
perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, estuary menyimpan
berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini
adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas tersebut. Dan yang
paling penting adalah lingkungan perairan estuary merupakan lingkungan yang
sangat kaya akan nutrient yang menjadi unsure terpenting bagi pertumbuhan
phytoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari keunikan lingkungan estuary.
Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara.
Estuaria
adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan
air tawar (Bengen, 2002; Pritchard, 1976). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000a), antara lain:
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan
air tawar (Bengen, 2002; Pritchard, 1976). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000a), antara lain:
1) Tempat bertemunya arus air dengan arus
pasang-surut, yang berlawanan
menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran
air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada
biotanya.
menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran
air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada
biotanya.
2) Pencampuran kedua macam air tersebut
menghasilkan suatu sifat fisika
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
3) Perubahan yang terjadi akibat adanya
pasang-surut mengharuskan
komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan
sekelilingnya.
komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan
sekelilingnya.
4) Tingkat kadar garam di daerah estuaria
tergantung pada pasang-surut air
laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi
daerah estuaria tersebut.
laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi
daerah estuaria tersebut.
Estuaria dapat
diklasifikasikan berdasarkan pada 2 karakteristik
diantaranya, yakni :
diantaranya, yakni :
1) Geomorfologi: Lembah sungai tergenang,
estuaria jenis fyord, estuaria
bentukan tanggul dan estuaria bentukan tektonik.
bentukan tanggul dan estuaria bentukan tektonik.
a. Estuaria daratan pesisir, paling umum
dijumpai, dimana
pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang
menggenangi sungai di bagian pantai yang landai;
pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang
menggenangi sungai di bagian pantai yang landai;
b. Laguna (Gobah) atau teluk semi tertutup,
terbentuk oleh adanya beting
pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi
interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut;
pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi
interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut;
c. Fjords, merupakan estuaria yang dalam,
terbentuk oleh aktivitas glesier
yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut;
yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut;
d. Estuaria tektonik, terbentuk akibat aktivitas
tektonik (gempa bumi atau
letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang;
letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang;
Gambar Tipe
Estuaria
2)
Sirkulasi
dan stratifikasi air :
a.
Stratifikasi
tinggi atau estuaria baji garam, dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara
air tawar dan air asin.
b.
Tercampur
sebagian merupakan tipe yang paling umum dijumpai. Pada estuaria ini aliran air
tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui arus pasang.
Percampuran ini dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara
berkala oleh aksi pasang surut.
c.
Tercampur
sempurna. Estuaria jenis ini dijumpai di lokasi-lokasi dimana arus pasang surut
sangat dominan dan kuat, sehingga air estuaria tercampur sempurna dan tidak
terdapat stratifikasi.
2.2.4 Kondisi
Lingkungan dan Faktor Pembatas
Perpaduan antara beberapa sifat fisik
estuaria mempunyai peranan yang penting terhadap kehidupan biota estuaria.
Beberapa sifat fisik yang penting adalah sebagai berikut:
1)
Salinitas.
Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama bergantung pada
masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Variasi ini
menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tetapi mendukung kehidupan
biota yang padat dan juga menangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak
menyukai perairan dengan salinitas rendah
2)
Substrat.
Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari
sedimen yang dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar
lumpur estuaria bersifat organik, sehingga substrat ini kaya akan bahan
organik. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme
estuari.
3)
Sirkulasi
air. Selang waktu mengalirnya air dari sungai ke dalam
estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang surut menciptakan suatu gerakan dan transpor air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang surut menciptakan suatu gerakan dan transpor air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
4)
Pasang
surut. Arus pasang surut berperan penting sebagai
pengangkut zat hara dan plankton. Di samping itu arus ini juga
berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang
sampai di estuaria.
pengangkut zat hara dan plankton. Di samping itu arus ini juga
berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang
sampai di estuaria.
5)
Penyimpanan
zat hara. Peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara
sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta ganggang lainnya
dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan
organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.
sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta ganggang lainnya
dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan
organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.
2.2.5
Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati
Di estuaria terdapat tiga komponen fauna,
yaitu fauna laut, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar didominasi
oleh fauna laut yaitu hewan stenohalin yang terbatas kemampuannya dalam
mentolerir perubahan salinitas dan hewan euryhalin yang mempunyai kemampuan
mentolerir berbagai penurunan salinitas yang lebar. Komponen air payau terdiri
dari spesies organisme yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas
antara 5–
0‰. Spesies-spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar biasanya terdiri dari yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria.
0‰. Spesies-spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar biasanya terdiri dari yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria.
Ciri khas estuaria
cenderung lebih produktif daripada laut ataupun air tawar. Estuaria adalah
ekosistem yang miskin dalam jumlah spesies fauna dan flora. Faunanya: ikan,
kepiting, kerang dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait
melalui suatu rantai makanan yang kompleks. Detritus membentuk substrat untuk
pertumbuhan bakteri dan algae dan kemudian menjadi sumber makanan penting bagi
organisme pemakan suspensi dan detritus.
Secara fisik dan
biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif
karena:
karena:
1)
Estuaria
yang berperan sebagai jebak zat hara yang cepat didaur ulang.
2)
Proses
fotosintesis berlangsung sepanjang tahun.
3)
Adanya
fluktuasi permukaan air. Kolom air di estuaria merupakan habitat untuk plankton
dan nekton. Di dasar perairan hidup mikro dan makro bentos. Setiap kelompok
organisme dalam habitatnya menjalakan fungsi biologisnya masing-masing. Antara
satu kelompok organisme terjalin jaringan trofik (makan memakan) sehingga
membentuk jaringan jala makanan. Jumlah spesies organisme yang mendiami
estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di
perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh
fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan
fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah
spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora. Keruhnya perairan estuaria
menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya
produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya
sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem
estuaria merupakan rantai makanan detritus (Bengen, 2002).
Gambar Rantai Makanan di Ekosistem Estuaria
2.2.6
Fungsi Ekologis Estuaria
Secara umum estuaria mempunyai peranan ekologis penting diantaranya
sebagai berikut :
1)
Sebagai
sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal
circulation).
2)
Penyedia
habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai
tempat berlindung dan tempat mencari makan
3)
Sebagai
tempat untuk bereproduksi dan atau tempat tumbuh besar
(nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies udang dan ikan.
(nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies udang dan ikan.
2.2.7
Pemanfaatan Ekosistem Estuaria
Secara umum estuaria dimanfaatkan oleh
manusia sebagai berikut:
a)
Sebagai
tempat pemukiman
b)
Sebagai
tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan
c)
Sebagai
jalur transportasi
d)
Sebagai
pelabuhan dan kawasan industri
2.2.8
Organisme Perairan Estuaria
Keruhnya perairan
estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh
mendominasi.Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora
dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada
ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk
substrat untuk pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian menjadi sumber
makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan
bahan makanan yang dimanfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi
bersih dari detritus ini. Fauna di estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang,
dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai
makanan yang kompleks (Bengen, 2002).
Secara umum, tumbuhan
yang hidup di ekosistem estuaria adalah Tumbuhan Lamun (sea grass) dan Algae
mikro yang hidup sebagai plankton nabati atau hidup melekat pada daun lamun. Organisme
– organisme yang hidup di estuaria melakukan berbagai adaptasi untuk
mempertahankan hidupnya, seperti adaptasi morfologi yang berkaitan dengan
bentuk dan ukuran tubuh, adaptasi fisiologi yang berkaitan dengan pengaturan
osmosis dalam tubuh dan adaptasi tingkah laku (behavioral) yang berkaitan
dengan hubungan interaksi organisme. sedangkan hewan yang mendiami estuaria
dapat berbentuk spesies endemik (seluruh hidupnya tinggal di estuaria) seperti
berbagai macam kerang dan kepiting serta berbagai macam ikan, spesies yang
tinggal di estuaria untuk sementara seperti larva, beberapa spesies udang dan
ikan yang setelah dewasa berimigrasi ke laut serta spesies ikan yang
menggunakan estuaria sebagai jalur imigrasi dari laut ke sungai dan sebaliknya
seperti sidat dan ikan salmon.
2.3 Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai terletak antara garis
air surut terendah dan air pasang
tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah di mana ditemukan substrat
berbatu dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna
sesil) hingga daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri,
protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana
ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002). Menurut
Wibisono (2005) pantai sebagai daerah pinggir laut atau wilayah darat yang
berbatasan langsung dengan bagian laut. Dikenal ada beberapa tipe pantai antara lain:
tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah di mana ditemukan substrat
berbatu dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna
sesil) hingga daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri,
protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana
ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002). Menurut
Wibisono (2005) pantai sebagai daerah pinggir laut atau wilayah darat yang
berbatasan langsung dengan bagian laut. Dikenal ada beberapa tipe pantai antara lain:
1) Pantai pasir
2) Pantai pasir lumpur
3) Pantai pasir karang
4) Pantai karang (koral)
5) Pantai berbatu
Sedangkan berdasarkan kemiringan pantai
dibagi menjadi:
1) Pantai landai
2) Pantai curam dengan tingkat kemiringan >60o
Bentuk dan tipe pantai seperti tersebut
di atas, dapat menentukan jenis
vegetasi yang tumbuh di areal tersebut. Misalnya pantai di daerah barat Pulau
Tarakan bertipe landai dengan substrat dominan adalah lumpur, vegeasi yang
banyak kita dapati adalah vegetasi mangrove, dan daerah yang berhadapan
dengan laut di dominasi oleh jenis Avicennia atau Sonneratia sp.
vegetasi yang tumbuh di areal tersebut. Misalnya pantai di daerah barat Pulau
Tarakan bertipe landai dengan substrat dominan adalah lumpur, vegeasi yang
banyak kita dapati adalah vegetasi mangrove, dan daerah yang berhadapan
dengan laut di dominasi oleh jenis Avicennia atau Sonneratia sp.
Pantai berbatu merupakan satu dari
lingkungan pesisir dan laut yang
cukup subur. Kombinasi substrat keras untuk penempelan, seringnya aksi
gelombang, dan perairan yang jernih menciptakan suatu habitat yang
menguntungkan bagi biota laut. Pantai berbatu menjadi habitat bagi berbagai
jenis moluska (kerang), binatang laut, kepiting, anemon, dan juga ganggang
laut (Bengen, 2001, 2002). Lebih lanjut Bengen (2002), menyatakan kombinasi ukuran partikel yang berbeda dan variasi faktor lingkungan menciptakan suatu kisaran habitat pantai berpasir. Reoksigenasi dan suplai nutrient ke dalam pasir bervariasi berdasarkan porositas, aksi gelombang, dan tinggi muka pasir. Profil vertikal bergradasi dari aerobik (pasir berwarna kekuning-kuningan) ke lapisan kurang aerobik (pasir berwarna kelabu) hingga lapisan anaerobic (pasir berwarna hitam). Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun kadang-kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh materi organic diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut (DOM) atau partikel (POM). Konsumsi materi organik sebagian besar oleh bakteri, jarang sekali oleh herbivora atau detritivora. Kelimpahan bakteri secara proporsional berbanding terbalik dengan ukuran sedimen. Peran utama dari bakteri adalah dekomposisi materi organik.
cukup subur. Kombinasi substrat keras untuk penempelan, seringnya aksi
gelombang, dan perairan yang jernih menciptakan suatu habitat yang
menguntungkan bagi biota laut. Pantai berbatu menjadi habitat bagi berbagai
jenis moluska (kerang), binatang laut, kepiting, anemon, dan juga ganggang
laut (Bengen, 2001, 2002). Lebih lanjut Bengen (2002), menyatakan kombinasi ukuran partikel yang berbeda dan variasi faktor lingkungan menciptakan suatu kisaran habitat pantai berpasir. Reoksigenasi dan suplai nutrient ke dalam pasir bervariasi berdasarkan porositas, aksi gelombang, dan tinggi muka pasir. Profil vertikal bergradasi dari aerobik (pasir berwarna kekuning-kuningan) ke lapisan kurang aerobik (pasir berwarna kelabu) hingga lapisan anaerobic (pasir berwarna hitam). Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun kadang-kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh materi organic diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut (DOM) atau partikel (POM). Konsumsi materi organik sebagian besar oleh bakteri, jarang sekali oleh herbivora atau detritivora. Kelimpahan bakteri secara proporsional berbanding terbalik dengan ukuran sedimen. Peran utama dari bakteri adalah dekomposisi materi organik.
BAB 3
HASIL OBSERVASI
3.1
Hasil Observasi KKMB (Ekosistem Mangrove)
Kawasan konservasi hutan mangrove dan Bekantan adalah
kawasan hutan bakau yang masih dalam tahap pengembangan untuk organisme yang
masih bertahan hidup baik vegetasi dan hewan yang jumlahnya telah jarang atau
sedikit ditemukan didaerah lain. Dengan luas sekitar ±9 hektar, mampu
menjadikan daya tarik tersendiri bagi pengunjungnya, namun yang masih jadi
keprihatinan adalah minimnya jumlah spesies seperti bekantan(nasalis larvatus)
yang saat ini ada 11 ekor dan akan dikembangbiakan lagi..
Jadi, KKMB adalah pusat konservasi hutan di kota tarakan
khususnya mangrove guna pengembangan dan penelitian habitat bagi bekantan
(nasalis larvatus).
Hutan bakau atau disebut juga hutan Mangrove adalah hutan
yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan
dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di
tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di
teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai
di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu.
Ekosistem hutan bakau
bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan
kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur
penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang
bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat
khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Oleh karena
itu, saling adanya inmteraksi/hubungan bersistem secara timbal-balik antar
organisme dengan oganisme serta organism dengan lingkungannya dapat
terjalin secara mutualism atau saling menguntungkan dengan tidak mengotori
lingkungan KKMB itu sendiri.
a) KKMB sebagai objek wisata
Sudah
tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kota tarakan merupakan salah satu DTW di Kalimantan Utara, salah
satunya KKMB. Selain sebagai kawasan konservasi, KKMB di jadikan DTW
karena jenis vegetasi dan spesies yang hidup, mampu bertahan dan dikembangkan
oleh pihak yang terkait, dan lebih uniknya lagi kawasan ini letaknya sangat
strategis dekat dengan pusat kota(centre of town ) sehingga menarik
wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata ini. Namun, saat ini promosi DTW Kota Tarakan masih belum gencar
dilakukan terkait masalah-masalah yang ada di kota tarakan, oleh karena itu
pemerintah diharapkan memulihkan lagi aktivitas khususnya dalam pemproposian
DTW.
b) Mencermati KKMB
Keberadaan Hutan Mangrove/KKMB memang tidak bisa
dipandang sebelah mata . Terasa sangat indah, nyaman dan asri. Bahkan, hutan kota
seluas 9 hektar yang masih akan diperluas menjadi 13 hektar itu sudah
menjadi icon Tarakan di mata pelancong mancanegara. Pasalnya, di kawasan
ini terdapat sedikitnya 11 spesies satwa dilindungi, terutama kera berekor
panjang atau bekantan yang populasinya sekitar 30 ekor.
Tapi, keindahan dan keasrian hutan kota ini masih
menuntut perhatian. Bukan hanya menjadi kawasan hijau yang terus
disubsidi, melainkan mendapat nilai tambah tersendiri. Artinya, bagaimana
kawasan bisa memberi manfaat ganda. Tak hanya menjadi asset berharga Pemkot,
tapi lebih memberi manfaat ke masyarakat sesuai fungsinya sebagai kawasan
konservasi, hutan penelitian dan pendidikan.
Benarkah kawasan ini tak memberi manfaat ganda? Bisa
benar, dan bisa pula tidak. Tapi, kalau memang kawasan mangrove ini dijadikan
sebagai hutan penelitian dan pendidikan, mungkin sudah saatnya dibangun
perpustakan dan laboratorium di sana. Biaya pembangunan, pengadaan buku buku
dan peralatan lab mungkin relatif besar, tapi manfaatnya jauh lebih besar untuk
mencerdaskan masyarakat.
Berdasarkan data, dana operasional kawasan ini
disebut-sebut sebesar Rp 76 juta tahun 2007, ketika pengelolaan dan
pengawasannya masih di kecamatan Tarakan Barat. Ini dirasakan
petugas masih kurang, tapi hampir tak ada keluhan. Sedikit kontras ketika
pengelolaannya diambil alih oleh Dinas Lisda (Lingkungan Hidup dan Sumber daya
Alam) Tarakan awal 2008 tadi dengan dana operasional 200 juta rupiah
termasuk rencana pembangunan.
Saat ini pengadaan fasilitas di KKMB telah dibangun
terbukti dengan adanya perpustakaan, fasilitas amenities yang tersedia, dan
pusat penelitian. Apalagi daerah KKMB akan diperluas sebanyak ±12 hektar dengan
jembatan yang telah disemenisasi berkat kerjasama dari berbagai lembaga
misalnya Fakultas FKIP dan perusahaan asal jepang.
3.1.1 Flora Di Kawasan Konservasi Mangrove
Dan Bekantan (KKMB)
Kota Tarakan
No.
|
Nama Lokal
|
Nama Botani
|
Family
|
1
|
Bakau
Panggang/ Putih/ Blukap
|
Rhizopora
Mucronata
|
Rhizophoraceae
|
2
|
Bakau
Merah
|
Rhizopora
Apiculate
|
Rhizophoraceae
|
3
|
Mutut
Besar
|
Brigulera
Gymnorhiza
|
Rhizophoraceae
|
4
|
Bius/Rancang
|
Brigulera
Parviflora
|
Rhizophoraceae
|
5
|
Mentigi
|
Ceriops
Tagal
|
Rhizophoraceae
|
6
|
Prepat
|
Sonneratia
Alba
|
Sonneratiaceae
|
7
|
Api-api
|
Avicennia
Alba
|
Avicenniaceae
|
8
|
Api-api
|
Avicennia
Marina
|
Avicenniaceae
|
9
|
Api-api
|
Avicennia
Lanata
|
Avicenniaceae
|
10
|
Paku
Laut
|
Acrosticum
Speciosum
|
Pteridaceae
|
11
|
Nipah
|
Nypa
Fructicans
|
Palmae
|
12
|
Inggili/Nyirih
|
Xylocarpus
Granatum
|
Meliaceae
|
13
|
Teruntung/Gerangan
|
Aegiceras
Comiculatum
|
Myrsinaceae
|
14
|
Amyema
|
Amyema
Gravis
|
Loranthaceae
|
15
|
Kambingan
|
Derris
Trifoliate
|
Leguminosae
|
16
|
Jeruju
Putih/Jerujon
|
Acanthus
Ebracteatus
|
Acanthaceae
|
17
|
Kijaran
|
Dolichondrone
Spathcea
|
Bignonniaceae
|
18
|
Dalbergia
|
Dalbergia
sp.
|
Leguminosae
|
19
|
Ketapang
|
Terminalia
Catappa
|
Combretaceae
|
20
|
Waru
|
Hibiscus
Tiliacus
|
Malvaceae
|
21
|
Batata
Pantai
|
Ipomoea
Pes-Caprae
|
Convolvulaceae
|
22
|
Jerukan
|
Clorodendrm
Inerme
|
Verbenaceae
|
1)
B a k a u (Rhizophora
apiculata)
(Akar) (Batang)
(Batang) (Bunga)
Nama setempat
|
Bakau minyak, bakau tandok, bakau akik,
bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak, donggo akit,
jankar, abat, parai, mangi-mangi, slengkreng, tinjang, wako.
|
Deskripsi umum
|
Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m
dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga
mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang
keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.
|
Daun
|
Berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda
pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya
17-35 mm dan warnanya kemerahan. Unit & Letak: sederhana
& berlawanan. Bentuk: elips menyempit. Ujung:
meruncing. Ukuran: 7-19 x 3,5-8 cm.
|
Bunga
|
Biseksual, kepala bunga kekuningan yang
terletak pada gagang berukuran <14 mm. Letak: Di ketiak daun. Formasi:
kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4; kuning
putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga:
4; kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari: 11-12; tak
bertangkai.
|
Akar
|
Akar
Tunjang (Stilt-root)
Akar yang tumbuh dari batang diatas permukaan dan kemudian memasuki tanah,
biasanya berfungsi untuk penunjang mekanis.
|
Buah
|
Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga
seperti buah pir, warna coklat,panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil.
Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon
berwarna merah jika sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang
18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
|
Ekologi
|
Tumbuh
pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal.
Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat
dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi.
Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang
kuat secara permanen.
|
2)
Kayu Merah / Ceriops tagal (Perr) C.B. Rob
(Buah dan Hipokotil) (Daun)
(Akar) (Batang)
Nama Setempat
|
tangar,
tingih, lonro, mentigi, palun, parun, tengar, mange darat, wanggo, bido-bido.
|
Deskripsi Umum
|
Pohon
kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit berwarna abu-abu
kadang-kadang coklat, halus dan pangkalnya
menggelembung.
Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang kecil.
|
Daun
|
Daun
hijau mengkilap dan sering memiliki pinggiran yang melingkar ke dalam. Bentuk
daun bulat telur terbalik-elips dengan ujung membundar.
|
Bunga
|
Bunga
mengelompok di ujung tandan. Gagang bunga panjang dan tipis, beresin pada
ujung cabang baru atau ketiak cabang yang lebih tua.
|
Buah
|
Buah
panjangnya 1,5-2 cm, dengan tabung kelopak yang melengkung. Hipokotil agak menggelembung, berbintil,
berkulit halus.
|
Ekologi
|
membentuk
belukar yang rapat pada pinggir daratan dari hutan pasang surut. Banyak juga
terdapat di sepanjang tambak. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Menyukai
substrat tanah liat.
|
Manfaat
|
Ekstrak
kulit kayu bermanfaat untuk persalinan kayu serta membentuk bahan bangunan,
bantalan rel kereta api dan pegangan perkakas. Bahan kayu yang baik serta
merupakan salah satu kayu terkuat diantara jenis mangrove lainnya.
|
3)
Mutut Besar (Bruguinea Gymnorrhiza I.) Lamk
(Buah) (Akar)
(Batang)
(Daun)
Nama Setempat
|
Pertut,
Taheup, Tanggel, Putut, Tomo, Kandeka, Bako, Tanjang Merah, Tanjang, Lindur,
Sala-sala, Tongke, Totongkek, Wako, bangko, Mangi-Mangi, Serau.
|
Deskripsi Umum
|
Pohon
yang selalu hijau dengan ketinggian hingga 30 meter. Kulit kayu memiliki
lentisel, permukaan halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat.
Akar melebar kesamping di bagian
pangkal pohon. Memiliki akar lutut.
|
Daun
|
Tunggal,
bersilang, berbentuk elips, ujungnya meruncing dan berukuran 8-10 cm.
|
Bunga
|
Bunga
bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm dengan formasi
soliter.
|
Buah
|
Melingkar
spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm.
|
Ekologi
|
Merupakan
jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi. Toleran terhadap daerah
terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung.
|
Manfaat
|
Bagian
dalam hipokotil dapat dimakan (manisan kandekal). Kayunya yang berwarna merah
digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang.
|
4)
Aegiceras
corniculatum (L.) Blanco MYRSINACEAE
(Akar) (Batang)
(Daun)
Nama Setempat
|
Teruntun,
gigi gajah, perepat tudung, perpat kecil, tudung laut, duduk agung,
teruntung, kayu sila, kacangan, klungkum, gedangan, kacang-kacangan.
|
Deskripsi Umum
|
Semak atau pohon kecil yang selalu hijau
dan tumbuh lurus dengan ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di
permukaan tanah. Kulit kayu bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan,
bercelah, serta memiliki sejumlah lentisel.
|
Daun
|
Daun
berkulit, terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian atas dan hijau pucat
di bagian bawah, seringkali bercampur warna agak kemerahan. Kelenjar
pembuangan garam terletak pada permukaan daun dan gagangnya. Unit
&Letak: sederhana & bersilangan. Bentuk: bulat
telur terbalik hingga elips. Ujung: membundar. Ukuran: 11
x 7,5 cm.
|
Ekologi
|
Memiliki
toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah dan cahaya yang beragam.
Mereka umum tumbuh di tepi daratan daerah mangrove yang tergenang oleh pasang
naik yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau
secara musiman. Perbungaan terjadi sepanjang tahun, dan kemungkinan diserbuki
oleh serangga. Biji tumbuh secara semi-vivipar, dimana embrio muncul melalui
kulit buah ketika buah yang membesar rontok. Biasanya segera tumbuhsekelompok
anakan di bawah pohon dewasa. Buah dan biji telah teradaptasi dengan baik
terhadap penyebaran melalui air.
|
5)
Bruguiera
parviflora (Roxb.)
W.& A. Ex Griff. Rhizophoraceae
(Batang) (Akar)
(Daun)
Nama
setempat
|
Langgade,
mengelangan, lenggadai, tanjang, bius, mou, paproti, sia-sia,tongi.
|
Deskripsi
umum
|
Berupa
semak atau pohon kecil yang selalu hijau, tinggi (meskipun jarang) dapat
mencapai 20 m. Kulit kayu burik, berwarna abu-abu hingga coklat tua, bercelah
dan agak membengkak di bagian pangkal pohon. Akar lutut dapat mencapai 30 cm
tingginya.
|
Daun
|
Terdapat
bercak hitam di bagian bawah daun dan berubah menjadi hijaukekuningan ketika
usianya bertambah. Unit & Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing. Ukuran:
5,5-13 x 2-4,5 cm.
|
Bunga
|
Bunga
mengelompok di ujung tandan (panjang tandan: 2 cm). Letak: di
ketiak daun. Formasi: kelompok (3-10 bunga per tandan). Daun
mahkota: 8; putihhijau kekuningan, panjang 1,5-2mm. Berambut pada
tepinya. Kelopak Bunga:8; menggelembung, warna hijau kekuningan;
bagian bawah berbentuk tabung, panjangnya 7-9 mm.
|
Buah
|
Buah
melingkar spiral, panjang 2 cm. Hipokotil silindris, agak melengkung,
permukaannya halus, warna hijau kekuningan. Ukuran: Hipokotil:
panjang 8-15 cm dan diameter 0,5-1 cm.
|
Ekologi
|
Jenis
ini membentuk tegakan monospesifik pada areal yang tidak sering tergenang.
Individu yang terisolasi juga ditemukan tumbuh di sepanjang alur air dan
tambak tepi pantai. Substrat yang cocok termasuk lumpur, pasir, tanah payau
dan bersalinitas tinggi. Di Australia, perbungaan tercatat dari bulan Juni
hingga September, dan berbuah dari bulan September hingga Desember.
Hipokotilnya yang ringan mudah untuk disebarkan melalui air, dan nampaknya
tumbuh dengan baik pada areal yang menerima cahaya matahari yang sedang hingga
cukup. Bunga dibuahi oleh serangga yang terbang pada siang hari, seperti
kupu-kupu. Daunnya berlekuk-lekuk, yang merupakan ciri khasnya, disebabkan
oleh gangguan serangga. Dapat menjadi sangat dominan di areal yang telah
diambil kayunya.
|
6) Avicennia marina (Forsk.) Vierh. AVICENNIACEAE
(Batang) (Daun)
(Akar)
Nama
setempat
|
Api-api putih, api-api abang, sia-sia
putih, sie-sie, pejapi, nyapi,
hajusia, pai.
|
Deskripsi
umum
|
Belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau
menyebar, ketinggian pohon mencapai 30 meter. Memiliki sistem perakaran
horizontal yang rumit dan berbentuk pensil (atau berbentuk asparagus), akar
nafas tegak dengan sejumlah lentisel. Kulit kayu halus dengan burik-burik
hijau-abu dan terkelupas dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan tangkai
daun berwarna kuning, tidak berbulu.
|
Daun
|
Bagian
atas permukaan daun ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Bagian
bawah daun putih- abu-abu muda. Unit & Letak: sederhana
& berlawanan. Bentuk: elips, bulat memanjang, bulat telur
terbalik. Ujung: meruncing hingga membundar. Ukuran: 9
x 4,5 cm. Bunga : Seperti trisula dengan bunga bergerombol muncul di
ujung tandan, bau menyengat, nektar banyak. Letak: di
ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Formasi: bulir
(2-12 bunga per tandan). Daun Mahkota: 4, kuning pucat-jingga
tua, 5-8 mm. Kelopak Bunga: 5. Benang sari: 4.
|
Buah
|
Buah
agak membulat, berwarna hijau agak keabu-abuan. Permukaan buahberambut halus
(seperti ada tepungnya) dan ujung buah agak tajam seperti paruh. Ukuran:
sekitar 1,5x2,5 cm.
|
Ekologi
|
Merupakan
tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan
menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat
asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling
umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan membantu
pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini
dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu.
Berbuah sepanjang tahun, kadang-kadang bersifat vivipar. Buah membuka pada
saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah dapat juga terbuka karena
dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air.
|
7)
Bruguiera cylindrica (L.) Bl. RHIZOPHORACEAE
(Akar dan Batang) (Batang
dan Daun)
(Batang)
Nama
setempat
|
Burus, tanjang, tanjang putih, tanjang
sukim, tanjang sukun, lengadai, bius, lindur.
|
Deskripsi
umum
|
Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar
papan yang melebar ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon
kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan
memiliki sejumlah lentisel kecil.
|
Daun
|
Permukaan
atas daun hijau cerah bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Unit &
Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung:
agak meruncing. Ukuran: 7-17 x 2-8 cm.
|
Bunga
|
Bunga
mengelompok, muncul di ujung tandan (panjang tandan: 1-2 cm). Sisi luar bunga
bagian bawah biasanya memiliki rambut putih. Letak: di ujung atau
ketiak tangkai/tandan bunga. Formasi: di ujung atau ketiak
tangkai/tandan bunga. Daun Mahkota: putih, lalu menjadi coklat
ketika umur bertambah, 3-4 mm. Kelopak Bunga: 8; hijau
kekuningan, bawahnya seperti tabung.
|
Buah
|
Hipokotil
(seringkali disalah artikan sebagai “buah”) berbentuk silindris memanjang,
sering juga berbentuk kurva. Warna hijau didekat pangkal buah dan hijau
keunguan di bagian ujung. Pangkal buah menempel pada kelopak bunga. Ukuran:
Hipokotil: panjang 8-15 cm dan diameter 5-10 mm.
|
Ekologi
|
Tumbuh
mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang zona Avicennia,
atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. Jenis ini juga memiliki
kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak
cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat membuat pohon
jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan
oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap
penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung
sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya
lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
|
8)
Avicennia alba Bl. AVICENNIACEAE
(Batang) (Akar)
(Daun)
Nama setempat
|
Api-api,
mangi-mangi putih, boak, koak, sia-sia.
|
Deskripsi
umum
|
Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar
dengan ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran
horizontal dan akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk
jari (atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar
berwarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan
kecil, sementara yang lain kadangkadang memiliki permukaan yang halus. Pada
bagian batang yang tua, kadang-kadang ditemukan serbuk tipis.
|
Daun
|
Permukaan
halus, bagian atas hijau mengkilat, bawahnya pucat. Unit & Letak:
sederhana & berlawanan. Bentuk: lanset (seperti daun
akasia) kadang elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 16
x 5 cm.
|
Bunga
|
Seperti
trisula dengan gerombolan bunga (kuning) hampir di sepanjang ruas tandan. Letak:
di ujung/pada tangkai bunga. Formasi: bulir (ada 10-30
bunga per tandan). Daun Mahkota: 4, kuning cerah, 3-4 mm. Kelopak
Bunga: 5.Benang sari: 4.
|
Buah
|
Seperti
kerucut/cabe/mente. Hijau muda kekuningan. Ukuran: 4 x 2 cm.
|
Ekologi
|
Merupakan
jenis pionir pada habitat rawa mangrove di lokasi pantai yang terlindung,
juga di bagian yang lebih asin di sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi
pasang surut, serta di sepanjang garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian
muka teluk. Akarnya dilaporkan dapat membantu pengikatan sedimen dan
mempercepat proses pembentukan daratan. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana sebagian buah berbiak ketika
masih menempel di pohon.
|
9)
Rhizophora mucronata Lmk. RHIZOPHORACEAE
(Batang) (Daun)
(Akar)
Nama
setempat
|
Bangka
itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap, bakau merah, jankar,
lenggayong, belukap, lolaro.
|
Deskripsi
umum
|
Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m,
jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu
berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan
akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah.
|
Daun
|
Daun
berkulit. Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Pinak daun terletak
pada pangkal gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Unit & Letak:
sederhana & berlawanan. Bentuk: elips melebar hingga bulat
memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 11-23 x 5-13
cm.
|
Bunga
|
Gagang
kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual, masing-masing menempel pada
gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Letak: di ketiak
daun. Formasi: Kelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun
mahkota: 4;putih, ada rambut. 9 mm. Kelopak bunga: 4;
kuning pucat, panjangnya 13-19 mm. Benang sari: 8; tak
bertangkai.
|
Buah
|
Buah
lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna
hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal.
Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika
matang. Ukuran: Hipokotil: panjang 36-70 cm dan diameter 2-3
cm.
|
Ekologi
|
Di
areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran terhadap
substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok,
dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang
sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan
optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya
akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting
dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Anakan
seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan mereka.
Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan lebih
tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi
tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.
|
10) Avicennia lanata (Ridley). AVICENNIACEAE
(Akar) (Batang)
(Daun)
Nama
setempat
|
Api-api,
sia-sia
.
|
Deskripsi
umum
|
Belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar,
dapat mencapai ketinggian hingga 8 meter. Memiliki akar nafas dan berbentuk
pensil. Kulit kayu seperti kulit ikan hiu berwarna gelap, coklat hingga hitam
|
Daun
|
Memiliki
kelenjar garam, bagian bawah daun putih kekuningan dan ada rambut halus. Unit
& Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips.
Ujung: membundar – agak meruncing. Ukuran: 9 x 5
cm.
|
Bunga
|
Bergerombol
muncul di ujung tandan, bau menyengat. Letak: di ujung atau
ketiak tangkai/ tandan bunga. Formasi: bulir (8-14
bunga). Daun Mahkota: 4, kuning pucat-jingga tua, 4-5 mm. Kelopak
Bunga: 5. Benang sari: 4
|
Buah
|
Buah
seperti hati, ujungnya berparuh pendek dan jelas, warna hijau-agak
kekuningan. Permukaan buah berambut halus (seperti ada tepungnya). Ukuran:
sekitar 1,5 x 2,5 cm.
|
Ekologi
|
Tumbuh
pada dataran lumpur, tepi sungai, daerah yang kering dan toleran terhadap kadar garam yang
tinggi. Diketahui (di Bali dan Lombok) berbunga pada bulan Juli - Februari
dan berbuah antara bulan November hingga Maret.
|
11) Sonneratia alba J.E.
Smith SONNERATIACEAE
(Akar) (Batang)
(Daun)
Nama
setempat
|
Pedada,
perepat, pidada, bogem, bidada, posi-posi, wahat, putih, beropak, bangka,
susup, kedada, muntu, sopo, barapak, pupat, mange-mange.
|
Deskripsi
umum
|
Pohon
selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit
kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus.
Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas
yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.
|
Daun
|
Daun
berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal gagang
daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm. Unit & Letak: sederhana
& berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar.
Ukuran: 5-12,5 x 3-9 cm.
|
Bunga
|
Biseksual;
gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak: di ujung atau pada
cabang kecil. Formasi: soliter-kelompok (1-3 bunga per
kelompok). Daun mahkota: putih, mudah rontok. Kelopak
bunga: 6-8; berkulit, bagian luar hijau, di dalam kemerahan. Seperti
lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari: banyak,
ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.
|
Buah
|
Seperti
bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah
mengandung banyak biji (150-200 biji) dan tidak akan membuka pada saat telah
matang. Ukuran: buah: diameter 3,5-4,5 cm.
|
Ekologi
|
Jenis
pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama. Menyukai
tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang.
Sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang,
juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis
tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan
yangpadat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu lama
dan mengembang penuh di malam hari, mungkin diserbuki oleh ngengat, burung
dan kelelawar pemakan buah. Di jalur pesisir yang berkarang mereka tersebar
secara vegetatif. Kunang-kunang sering menempel pada pohon ini dikala malam.
Buah mengapung karena adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar
nafas tidak terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.
|
12) Xylocarpus granatum Koen MELIACEAE
Nama
setempat
|
Niri, nilih, nyireh, nyiri, nyuru, jombok gading,
buli, bulu putih, buli hitam, inggili, siri, nyireh bunga, nyiri udang, nyiri
hutan, pohon kira-kira, jomba, banang-banang, nipa, niumiri-kara, kabau,
mokmof.
|
Deskripsi
umum
|
Pohon dapat mencapai ketinggian 10-20 m.
Memiliki akar papan yang melebar ke samping, meliuk-liuk dan membentuk
celahan-celahan. Batang seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih
tua. Kulit kayu berwarna coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas,
sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput
|
Daun
|
Agak tebal, susunan daun berpasangan
(umumnya 2 pasang pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Unit &
Letak: majemuk & berlawanan. Bentuk: elips - bulat
telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 4,5 -
17 cm x 2,5 - 9 cm.
|
Bunga
|
Bunga
terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Tandan bunga (panjang 2-7
cm) muncul dari dasar (ketiak) tangkai daun dan tangkai bunga panjangnya 4-8
mm. Letak: di ketiak. Formasi: gerombol acak
(8-20 bunga per gerombol). Daun mahkota: 4; lonjong, tepinya
bundar, putih kehijauan, panjang 5-7 mm. Kelopak bunga: 4
cuping; kuning muda, panjang 3 mm. Benang sari: berwarna putih
krem dan menyatu di dalam tabung.
|
Buah
|
Seperti
bola (kelapa), berat bisa 1-2 kg, berkulit, warna hijau kecoklatan. Buahnya
bergelantungan pada dahan yang dekat permukaan tanah dan agak tersembunyi. Di
dalam buah terdapat 6-16 biji besar-besar, berkayu dan berbentuk tetrahedral.
Susunan biji di dalam buah membingungkan seperti teka-teki (dalam bahasa
Inggris disebut sebagai ‘puzzle fruit’). Buah akan pecah pada saat kering. Ukuran:
buah: diameter 10-20 cm.
|
Ekologi
|
Tumbuh
di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove,
dan lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin. Seringkali tumbuh
mengelompok dalam jumlah besar. Individu yang telah tua seringkali ditumbuhi
oleh epifit.
|
13) Nypa fruticans Wurmb. ARECACEAE
Nama
setempat
|
Nipah,
tangkal daon, buyuk, lipa.
|
Deskripsi
umum
|
Palma
tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang terdapat di bawah tanah,
kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m.
|
Daun
|
Seperti
susunan daun kelapa. Panjang tandan/gagang daun 4 – 9 m. Terdapat 100 - 120
pinak daun pada setiap tandan daun, berwarna hijau mengkilat di permukaan
atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk: lanset. Ujung:
meruncing. Ukuran: 60-130 x 5-8 cm.
|
Bunga
|
Tandan
bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang1-2 m.
Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan
kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya.
|
Buah
|
Buah
berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat
satu biji berbentuk telur. Ukuran: diameter kepala buah: sampai
45 cm. Diameter biji: 4-5 cm.
|
Ekologi
|
Tumbuh
pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air. Memerlukan
masukan air tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat di luar zona pantai.
Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok. Memiliki sistem perakaran yang
rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air,
dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya. Serbuk
sari lengket dan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila.
Buah yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran
mereka melalui air. Kadang-kadang bersifat vivipar.
|
3.1.2 Fauna Di Kawasan Konservasi Mangrove
Dan Bekantan (KKMB)
Kota Tarakan
1)
B E K A N T A N (Nasalis Larvatus)
Deskripsi
|
Nasalis larvatus atau Bekantan adalah
sejenis monyet dalam genus
Nasalis.Monyet ini termasuk mamalia folivore(pemakan daun)
musiman dan frugivora(pemakan buah) serta pemakan serangga
tingkat rendah.
|
Ciri-ciri utama
|
Yang
membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang
hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan
jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam.
Monyet betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai
pasangannya.
|
Habitat
|
Menempati
habitat hutan-hutan di bantaran sungai, hutan pantai dataran rendah, termasuk
hutan mangrove, rawa payau, dan hutan rawa air tawar. Jarang menempati
habitat yang jauh dari perairan. Habitatnya dianggap terbatas pada kawasan
pantai dan sekitar sungai, karena pada kawasan ini mengandung garam dan
mineral yang merupakan bagian penting dari makanannya
|
2)
Monyet Ekor Panjang ( Macaca Fascicularis)
Deskripsi
|
Macaca
fascicularis adalah monyet
kecil yang berwarna cokelat dengan bagian perut berwarna lebih mudah dan
disertai rambut keputihan yang jelas pada bagian muka. Dalam perkembangan
gaya rambut keputihan yang jelas pada bagian muka, dalam perkembangan
rambutnya yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara satu individu
dan individu lainnya.
|
Ciri-ciri
|
Monyet
ekor panjang muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi, sedangkan monyet
yang tua bercambang lebih lebat mengelilingi muka. Ciri utama anatomi Macaca
fascicularis adalah kantung pipih untuk menyimpan makanan sementara.
|
Habitat
|
Macaca fascicularis merupakan genus yang dapat beradaptasi dengan
lingkungan bermacam-macam pada daerah iklim yang berbeda Macaca
fascicularis di kawasan Asia
tenggara habitat klasiknya adalah hutan rawa mangruve, tetapi juga mereka
ditemukan di huta primer dan sekunder sampai ketinggian 2000 m dihutan
tebangan di daerah pertanian atau perkebunan atau perladangan di daerah
pertanian mereka sering merusak ladang pertanian yang amat merugikan para
petani.
|
3)
Elang Bondol (Haliastur Indus)
Deskripsi
|
Burung Elang Bondol (Haliastur indus) Berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat
pirang. Dewasa: kepala, leher, dan dda putih; sayap, punggung, ekor, dan
perut coklat terang, terlihat kontras dengan bulu primer yang hitam. Seluruh
tubuh renaja kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna berubah menjadi putih
keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun
ketiga. Perbedaan antara burung muda dengan Elang Paria pada ujung ekor
membulat dan bukannya menggarpu.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu
kehijauan, tungkai dan kaki kuning suram.
|
Penyebaran lokal dan status
|
Umum tersebar di
seluruh Indonesia, jarang ditemui di Jawa dan Bali. Menghuni habitat sekitar
pantai dan kepulauan di daerah tropis. Juga masih dapat ditemukan di lahan
basah dan hutan dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di pedalaman yang
jauh dari pantai.
|
4)
Kadal Kebun (Mabouya sp)
Deskripsi
|
Kadal
(Mabouya multifasciata) mempunyai karakteristik diantaranya, tubuh memanjang,
tertekan lateral, badannya tertutup oleh squama yang menanduk dan tidak
berlendir, mempunyai dua pasang kaki yang kuat dan dapat digunakan untuk
memanjat dengan tiga digiti yang vascular, bernafas dengan pulmo dan
fertilisasinya secara internal, serta mempunyai alat kopulasi berupa sepasang
hemipenis. Selain itu, Kadal merupakan organisme reptil yang berjalan dengan
melata. Tubuh kadal tertutupi oleh kulit yang kering dengan sisik-sisik zat
tanduk dipermukaannya tanpa danya kelenjar-kelenjar lendir. Warna pada kadal
dapat berbeda-beda berdasarkan lingkungan atau umur kadal itu sendiri.
|
Habitat dan
Penyebaran
|
Kadal (Mabouya
multifasciata) merupakan salah satu jenis reptiia yang hidup di darat. Hewan
ini kebanyakan hidup di daerah tanah basah atau lembab, tanah berumput,
bebatuan, pepohonan, ada juga yang hidup di gurun pasir
|
5)
Biawak (Varanus
Salvatore)
Deskripsi
|
Biawak
salvatore menyerupai ular, bentuk tubu ramping leher dan ekor panjang dan
mempunyai lidah bercabang, kepalanya besar, ujung meruncing dan dapat
ditegakkan atau mendongak keatas, otaknya dilindungi oleh suatu lapisan
tulang yang berguna untuk melindungi otak dari tekanan pakan biawak menelan
mangsanya..
|
Habitat
|
Biawak umumnya
memilih menghuni ditepi-tepi sungai atau saluran air, tepian danau, pantai,
dan rawa-rawa bakau. Diperkotaan biawak kerap pula ditemukan hidup
digorong-gorongsaluran air yang bermuara kesungai
|
6)
Kepiting Bakau (Scylla Serrata)
Deskripsi
|
Famili
kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki. Pasangan kaki kelima
berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir. Kepiting bakau Scylla serrta
memiliki bentuk morfologi yang bergerigi, serta memiliki karapas dengan empat
gigi depan tumpul dan setiap margin anterolateral memiliki sembilan gigi yang
berukuran sama. Kepiting bakau memiliki capid yang kuat dan terdapat beberapa
duri.
|
Sebaran
|
Kepiting
bakau banyak tersebar di negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan
Australia.
|
Habitat
|
Habitatnya
di air payau, seperti di daerah hutan mangrove dan estuaria.
|
Makanan
|
Kepiting
bakau adalah hewan omnivora scavenger artinya dapat memakan segala jenis
makana baik hewani, nabati dan bangkai.
|
Siklus Hidup
|
Kepiring
kawin →Betina matang telur → Telur → Perkembangan Telur → Zoea 1-5 → Megalopa
→ Juvenil/Kepiting Muda → Dewasa.
|
Dalam hutan
mangrove biasanya kepiting besar menyerang kepiting yang lebih kecil, dan
melumpuhkan dengan merusak umbai-umbai, kemudian merusak karapas menjadi
potong-potongan dan mengambil bagian-bagian yang lunak dari mangsanya untuk
dimakan. kepiting bakau adalah
organisme pemakan segala bangkai
(Omnivorous – scavenger) dan pemakan sesama jenis (cannibal).
|
7)
Kepiting warna-warni ( Insulamon Palawanense)
Deskripsi
|
Crustasea
warna-warni, dijuluki insulamon palawanense adalah salah satu dari empat
spesies baru di genus insulamon kepiting warna-warni air tawar yang disebut
insulamon palawanense.
|
Ciri-ciri
|
Warna brilian
kepiting ini hanya dapat membantu spesies yang mengenali saudara-saudara.
Freitag mengambarkan empat kepiting masing-masing baru antara sekitar satu
inci (2,5 cm) sampai dua inci (5,3 cm).
|
Habitat
|
Habitat kepiting
warna-warni di air tawar. Kepiting ini bergantung dengan air tawar, membuat
kepiting tak menyebar
|
8)
Temburungun (Telescopium
sp)
Deskripsi
|
Telescopium merupakan salah satu jenis Gastropoda yang
banyak hidup di air payau atau hutan manggrove yang di dominasi oleh pohon
bakau (Rhizopora sp) sehingga orang menyebutnya sebagai keong bakau dan di
kepilauan seribu dikenal dengan nama “blencong”.
|
Habitat
|
Hewan
ini mempunyai habitat didaerah mangrove dan kebanyakan bersifat pemakan
detritus. Pada umumnya, makan biota dari family potamidae ini terdiri atas :
bahan organik halus, partikulat ditritus dan diatom yang menyedap dsi dasar
perairan secara berbagai jenis alga (Sreenivasan dan Natarajan, 1991).
Berdasarkan hasil penelitian Wells et al. (2003), Telescopium telescopium mempunyai
tingkah laku lebih aktif pada saat spring tide (pasang tinggi dan surut
rendah) dari pada neap tide (pasang rendah dan surut tinggi). Hal tersebut
dikarenakan pada saat neap tide, gastropoda tersebut cenderung untuk
berlindung dari kekeringan dan bersembunyi di dalam lumpur atau di bawah
perakaran mangrove. Tingkah laku tersebut merupakan salah satu pola adaptasi
gastropoda terhadap adanya perubahan suhu (suhu tinggi) dan kondisi kering
|
9) Ikan Tempakul (Periopthalmus sp)
Deskripsi
|
Ikan tempakul bisa merangkak naik ke darat atau
bertengger pada akar-akar pohon bakau. itulah
kemampuan luar biasa ikan tempakul atau disebut juga ikan tembakul.
Ikan ini hidup di zona pasang surut di lumpur pantai yang ada pohon-pohon
bakaunya. Ikan ini telah menyesuaikan diri untuk hidup di darat meskipun
belum sepenuhnya.
|
Ciri-ciri
|
Matanya besar dan mencuat keluar dari kepalanya. kalau
berenang, matanya biasanya berada di atas air. Sirip dadanya pada bagian
pangkal berotot, dan sirip ini bisa ditekuk hingga berfungsi seperti lengan
yang dapat digunakan untuk merangkak atau melompat di atas lumpur. Ikan
tempakul biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon bakaunya.
di pantai pulau-pulau karang yang ada bakaunya.
|
10) Ular (Chrysopelea Paradisi)
Deskripsi
|
Ular bakau adalah
sejenis ular air pantai dari suku homalopsidae. Ular ini dinamai demikian
karena ular ini hanya ditemukan dihutan bakau. Panjang ular ini mencapai 1,1
meter. Kepalnya tumbul, mata dan lubang hidungnyaterletak agak keatas kepala.
Tubuhnya berwarna cokelat kelabu menyerupai lumpur dipantai, perut berwarna
putih pasir.
|
3.2 Hasil Observasi Muara Sungai (Estuaria)
Sei Bengawan
Muara Sungai (Estuaria) yang ada di Kota Tarakan terdapat di Jalan Sei
Bengawan, Juata Permai, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Berikut ini adalah
gambar dari muara sungai tersebut.
Gambar Pencampuran air asin dan air laut di
Muara Sungai (Estuaria) Sei Bengawan, Tarakan
Gambar Kondisi di sekitar Muara Sungai (Estuaria) di Sei Bengawan,
Kota Tarakan
Gambar Hamparan daratan di pinggir muara
sungai
Gambar Flora yang ada di sekitar Muara Sungai
(Estuaria) di Sei Bengawan, Kota Tarakan
Gambar Salah satu Sungai di Sei Bengawan,
Kota Tarakan yang akan bertemu di Estuaria
Muara sungai
(estuaria) yang terdapat di Sei Bengawan, Juata Permai Kota Tarakan ini
memiliki banyak manfaat bagi manusia yaitu sebagai tempat memancing atau
penangkapan ikan. Selain itu menjadi tempat/jalur transportasi, seperti yang
terdapat pada gambar di atas, terdapat perahu dan kapal-kapal besar yang
melintas. Dan juga menjadi tempat pelabuhan dan kawasan industri. Terbukti di
sekitar kawasan muara sungai terdapat perusahaan industri yang berdiri dan
beroperasi di sana. Salah satunya yaitu Intraca dan sebuah PT.
3.3 Hasil Observasi Ekosistem Pantai (Amal
Beach)
Pantai di daerah barat Pulau Tarakan bertipe landai dengan
substrat dominan adalah lumpur, vegetasi yang banyak kita dapati adalah
vegetasi mangrove, dan daerah yang berhadapan dengan laut di dominasi oleh
jenis Avicennia atau Sonneratia sp.
Gambar Pantai Amal dan Pohon Kelapa
Gambar tanaman yang ada di Pantai Amal
Gambar Pengamatan tentang kapah di Pantai
Amal
Gambar Kapah
Kapah merupakan makanan laut khas kota Tarakan. Kapah adalah sejenis
kerang yang ada di pesisir pantai Kota Tarakan. Kapah hidup di kawasan ekologi
laut tropis, sehingga kapah mudah ditemukan di pantai amal, yang merupakan
salah satu objek wisata populer di Kota Tarakan dan kapah juga merupakan makanan khas kota
tarakan yang dapat dinikmati di pantai amal tersebut.
Kerang kapah termasuk salah satu jenis kerang yang
hidup di dalam lumpur pada daerah estuaria, di hutan mangrove air payau dan di
sungai-sungai besar. Umumnya kerang kapah hidup pada substrat yang berlumpur
dan substratnya mengandung 80 – 90% pasir kasar berdiameter lebih dari 40
mikrometer. Substrat bersifat asam dengan pH antara 5,35 – 6,40 serta bergaram
(Morton, 1976).
Gambar tempat penangkaran kapah
Kerang kapah umumnya terdapat pada zona infralitoral
dan sicalitoral pada daerah beriklim sedang dan daerah trofis. Distribusi pada
sebagian besar bivalvia dipengaruhi oleh fase kehidupannya. Pada saat terjadi
pemijahan, ovarium dan sperma dilepas ke air dan terjadi fertilisasi yang
berkembang menjadi zigot. Selanjutnya zigot berkembang menjadi larva trochopore
bersilia dan kemudian menjadi larva veliger. Setelah menjadi masa larva yang
berenang di kolom air, larva ini tenggelam kedasar perairan menjadi bivalvia
muda dan menetap sampai dewasa. Pada waktu perairan surut, kerang kapah dapat
dilihat membenamkan diri kedalam substrat di sela-sela akar mangrove ataupun di
dalam lubang-lubang rumah kepiting (Barnes dan Rupert, 1991).
Morton (1976) kerang kapah secara umum disebut Geloina erosa dan
mempunyai nama taxon Polymesoda erosa. Secara morfologi kerang kapah
mempunyai bentuk cangkang seperti piring atau cawan yang terdiri dari dua katub
yang bilateral simetris, pipih pada bagian pinggirnya dan cembung pada bagian
tengah cangkang, bentuk cangkang yang equivalve atau berbentuk segitiga yang
membulat, tebal, flexure jelas mulai dari umbo sampai dengan tepi
posterior. Ditambahkan oleh Franklin et al., 1980 ; Mason, 1983, kedua
katub dihubungkan oleh hinge ligamen dan dengan bantuan otot aduktor
berfungsi untuk membuka atau menutup cangkang.
Secara
morfologis cangkang berfungsi untuk melindungi organ tubuh bagian dalam yang
lunak dari serangan predator dan faktor lingkungan yang lain. Sedang fungsi
lainnya adalah untuk mengatur aliran air secara tetap melalui insang untuk
pertukaran udara dan pengumpulan makanan. Klasifkasi kerang kapah atau
kerang totok menurut Morton (1976) sebagai berikut:
Filum :
Mollusca
Kelas :
Bivalvia
Sub Kelas :
Heterodonta
Ordo :
Veroida
Famili :
Corbiludae
Genus : Polymesoda,
Spesies : Polymesoda erosa
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan dan
hasil observasi di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak kawasan ekologi laut tropis antara
lain, muara sungani (estuaria), ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang,
ekosistem padang lamun (seagrass), ekosistem pantai, ekosistem pulau-pulau
kecil, dan kawasan pesisir. Namun, kawasan ekologi laut tropis yang terdapat di
Kota Tarakan, Kalimantan Utara yaitu ekosistem mangrove, muara sungai
(estuaria), dan ekosistem pantai.
Ekosistem Mangrove
yang terdapat di Kota Tarakan yaitu KKMB (Kawasan Konservasi Mangrove dan
Bekantan) yang merupakan pusat onservasi hutan di Kota Tarakan
khususnya mangrove guna pengembangan dan penelitian habitat bagi bekantan
(nasalis larvatus).
Kemudian, ekosistem estuaria yang terdapat di Kota
Tarakan yaitu muara sungai (estuaria) di Sei Bengawan, Juata Permai. Muara
sungai ini dimanfaatkan manusia sebagai, tempat penangkapan ikan, jalur
transportasi, pelabuhan, dan kawasan industri.
Dan ekosistem pantai yang terdapat di Kota Tarakan yaitu
Pantai Amal (Amal Beach yaitu salah satu objek wisata populer di Kota Tarakan. Disana terdapat kapah yang merupakan
fauna yang hidup di sana dan makanan
khas dari Kota Tarakan yang dapat dinikmati di pantai tersebut.
4.2 Saran
Bagi pembaca disarankan supaya laporan ini dapat
dijadikan sebagai media pembelajaran dalam rangka peningkatan pemahaman tentang
kawasan ekologi lau tropis. Dan bagi penulis-penulis lain diharapkan agar
makalah ini dapat dikembangan lebih lanjut guna menyempurnakan laporan yang
telah dibuat sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Mata Kuliah, Pola Ilmiah Pokok (PIP).
Buku Ajar Pengantar Ekologi Laut Tropis. 2012.. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan
Komentar
Posting Komentar